RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR … TAHUN ...
TENTANG
APARATUR SIPIL NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, perlu dibangun aparatur sipil
negara yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari
praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu
menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu
menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan
bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa pelaksanaan manajemen aparatur sipil negara belum
berdasarkan pada perbandingan antara kompetensi dan kualifikasi
yang diperlukan oleh jabatan dengan kompetensi dan kualifikasi
yang dimiliki calon dalam rekrutmen, pengangkatan, penempatan,
dan promosi pada jabatan sejalan dengan tata kelola pemerintahan
yang baik;
c. bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sudah
tidak sesuai dengan penyelenggaraan kepegawaian sehingga perlu
diganti;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang
tentang Aparatur Sipil Negara;
Mengingat : Pasal 20 ayat (1), ayat (2), dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA. 2
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi
pegawai negeri sipil dan pegawai tidak tetap pemerintah yang bekerja pada
instansi dan perwakilan.
2. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat Pegawai ASN adalah
pegawai negeri sipil dan pegawai tidak tetap pemerintah yang diangkat oleh
pejabat yang berwenang.
3. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara
Indonesia yang memenuhi persyaratan dan diangkat oleh pejabat yang
berwenang.
4. Pegawai Tidak Tetap Pemerintah adalah warga negara Indonesia yang
memenuhi persyaratan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang sebagai
Pegawai ASN.
5. Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN
yang profesional, memiliki nilai-nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi
politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
6. Sistem Informasi ASN adalah rangkaian informasi dan data mengenai Pegawai
ASN yang disusun secara sistematis, menyeluruh, dan terintegrasi dengan
berbasis teknologi.
7. Jabatan Eksekutif Senior adalah sekelompok jabatan tertinggi pada instansi dan
perwakilan.
8. Aparatur Eksekutif Senior adalah Pegawai ASN yang menduduki Jabatan
Eksekutif Senior melalui seleksi secara nasional yang dilakukan oleh Komisi
Aparatur Sipil Negara dan diangkat oleh Presiden
9. Jabatan Administrasi adalah sekelompok jabatan yang berisi tugas pokok dan
fungsi berkaitan dengan pelayanan administrasi, manajemen kebijakan
pemerintahan, dan pembangunan.
10. Pegawai Jabatan Administrasi adalah Pegawai ASN yang menduduki Jabatan
Administrasi pada instansi dan perwakilan.
11. Jabatan Fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi tugas pokok dan
fungsi berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian
dan keterampilan tertentu.
12. Pegawai Jabatan Fungsional adalah Pegawai ASN yang menduduki Jabatan
Fungsional pada instansi dan perwakilan.
13. Pejabat yang Berwenang adalah pejabat karier tertinggi pada instansi dan
perwakilan.
14. Instansi adalah instansi pusat dan instansi daerah.
15. Instansi Pusat adalah kementerian, lembaga pemerintah non-kementerian,
kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga non-struktural.
16. Instansi Daerah adalah perangkat daerah provinsi dan perangkat daerah
kabupaten/kota yang meliputi sekretariat daerah, sekretariat Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah. 3
17. Perwakilan adalah perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang meliputi
Kedutaan Besar Republik Indonesia, Konsulat Jenderal Republik Indonesia,
Konsulat Republik Indonesia, Perutusan Tetap Republik Indonesia pada
Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan Perwakilan Republik Indonesia yang bersifat
sementara.
18. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
pendayagunaan aparatur negara.
19. Komisi Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat KASN adalah lembaga
negara yang mandiri, bebas dari intervensi politik, dan diberi kewenangan untuk
menetapkan regulasi mengenai profesi ASN, mengawasi Instansi dan
Perwakilan dalam melaksanakan regulasi, dan tugas lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
20. Lembaga Administrasi Negara yang selanjutnya disingkat LAN adalah lembaga
yang diberi kewenangan berdasarkan Undang-Undang ini.
21. Badan Kepegawaian Negara yang selanjutnya disingkat BKN adalah badan
yang diberi kewenangan berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB II
ASAS, PRINSIP, NILAI-NILAI DASAR,DAN KODE ETIK
Pasal 2
Penyelenggaraan manajemen ASN dilakukan berdasarkan asas:
a. kepastian hukum;
b. profesionalitas;
c. proporsionalitas;
d. keterpaduan;
e. delegasi;
f. netralitas;
g. akuntabilitas;
h. efektif dan efisien;
i. keterbukaan;
j. non-diskriminasi;
k. persatuan dan kesatuan;
l. keadilan dan kesetaraan; dan
m. kesejahteraan.
Pasal 3
ASN sebagai profesi berlandaskan pada prinsip:
a. nilai dasar;
b. kode etik;
c. komitmen, integritas moral, dan tanggung jawab pada pelayanan publik;
d. kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e. kualifikasi akademik;
f. jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas; dan
g. profesionalitas jabatan. 4
Pasal 4
Nilai dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a meliputi:
a. memegang teguh nilai-nilai dalam ideologi negara Pancasila;
b. setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
c. menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak;
d. membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian;
e. menciptakan lingkungan kerja yang non-diskriminatif;
f. memelihara dan menjunjung tinggi standar etika yang luhur;
g. mempertanggungjawabkan tindakan dan kinerjanya kepada publik;
h. memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program Pemerintah;
i. memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap, cepat, tepat, akurat,
berdaya guna, berhasil guna, dan santun;
j. mengutamakan kepemimpinan berkualitas tinggi;
k. menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerjasama;
l. mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja pegawai;
m. mendorong kesetaraan dalam pekerjaan; dan
n. meningkatkan efektivitas sistem pemerintahan yang demokratis sebagai
perangkat sistem karir.
Pasal 5
(1) Kode etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b untuk menjaga martabat
dan kehormatan ASN.
(2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
BAB III
JENIS, STATUS, DAN KEDUDUKAN
Bagian Kesatu
Jenis
Pasal 6
Pegawai ASN terdiri dari:
a. PNS.
b. Pegawai Tidak Tetap Pemerintah.
Bagian Kedua
Status
Pasal 7
(1) PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a merupakan pegawai yang
berstatus pegawai tetap dan memiliki Nomor Induk Pegawai.
(2) Pegawai Tidak Tetap Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b
merupakan pegawai yang diangkat dengan perjanjian kerja dalam jangka waktu
paling singkat 12 (dua belas) bulan pada Instansi dan Perwakilan. 5
Bagian Ketiga
Kedudukan
Pasal 8
(1) Pegawai ASN berkedudukan di pusat, daerah, dan perwakilan luar negeri.
(2) Pegawai ASN yang bekerja pada Instansi Pusat, Instansi Daerah, dan
Perwakilan merupakan satu kesatuan ASN.
Pasal 9
(1) Pegawai ASN melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh Pimpinan Instansi
dan Perwakilan.
(2) Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan
partai politik.
BAB IV
FUNGSI, TUGAS, DAN PERAN
Bagian Kesatu
Fungsi
Pasal 10
Pegawai ASN berfungsi sebagai:
a. pelaksana kebijakan publik;
b. pelayan publik; dan
c. perekat bangsa.
Bagian Kedua
Tugas
Pasal 11
Pegawai ASN bertugas:
a. melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Negara;
b. memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan
c. mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bagian Ketiga
Peran
Pasal 12
Pegawai ASN berperan mewujudkan tujuan pembangunan nasional melalui
pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, dan bersih dari
praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. 6
BAB V
JABATAN ASN
Bagian kesatu
Umum
Pasal 13
Jabatan ASN terdiri dari:
a. Jabatan Administrasi;
b. Jabatan Fungsional; dan
c. Jabatan Eksekutif Senior.
Bagian Kedua
Jabatan Administrasi
Pasal 14
(1) Jabatan Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a terdiri dari:
a. jabatan pelaksana;
b. jabatan pengawas; dan
c. jabatan administrator.
(2) Ketentuan mengenai klasifikasi Jabatan Administrasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 15
(1) Jabatan pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a
bertanggung jawab melaksanakan kegiatan pelayanan publik, administrasi
pemerintahan, dan pembangunan.
(2) Jabatan pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b
bertanggung jawab mengawasi pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh
pejabat pelaksana.
(3) Jabatan administrator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf c
bertanggung jawab memimpin pelaksanaan seluruh kegiatan pelayanan publik,
administrasi pemerintahan, dan pembangunan.
Pasal 16
(1) Setiap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) ditetapkan
sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan.
(2) Penetapan kompetensi yang dibutuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Menteri. 7
Bagian Ketiga
Jabatan Fungsional
Pasal 17
(1) Jabatan Fungsional dalam ASN terdiri dari jabatan fungsional keahlian dan
jabatan fungsional keterampilan.
(2) Jabatan fungsional keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. ahli pertama;
b. ahli muda;
c. ahli madya, dan
d. ahli utama.
(3) Jabatan fungsional keterampilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
dari:
a. pemula;
b. terampil; dan
c. mahir.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jabatan fungsional keahlian dan jabatan
fungsional keterampilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keempat
Jabatan Eksekutif Senior
Pasal 18
(1) Jabatan Eksekutif Senior terdiri dari pejabat struktural tertinggi, staf ahli, analis
kebijakan, dan pejabat lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Jabatan Eksekutif Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi
memimpin dan mendorong setiap Pegawai ASN pada Instansi dan Perwakilan
melalui:
a. kepeloporan dalam bidang:
1. keahlian profesional;
2. analisis dan rekomendasi kebijakan; dan
3. kepemimpinan manajemen.
b. mengembangkan kerjasama dengan Instansi lain; dan
c. keteladanan dalam mengamalkan nilai-nilai dasar ASN dan melaksanakan
kode etik ASN.
(3) Setiap Jabatan Eksekutif Senior ditetapkan kompetensi, kualifikasi, integritas,
dan persyaratan lain yang dibutuhkan.
(4) Penetapan kompetensi, kualifikasi, integritas, dan persyaratan lain yang
dibutuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
(5) Pejabat yang menduduki Jabatan Eksekutif Senior sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berhak atas gaji, tunjangan, dan jaminan sosial.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai gaji, tunjangan dan jaminan sosial
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri. 8
Pasal 19
(1) Pengisian Jabatan Eksekutif Senior pada jabatan struktural tertinggi
kementerian, kesekretariatan lembaga negara, lembaga pemerintah non
kementerian, staf ahli, dan analis kebijakan dilakukan melalui promosi dari PNS
yang berasal dari seluruh Instansi dan Perwakilan.
(2) Pengisian Jabatan Eksekutif Senior, khusus pada jabatan struktural tertinggi
lembaga pemerintah non kementerian, staf ahli, dan analis kebijakan dapat
berasal dari Non PNS yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(3) Pengisian Pejabat Eksekutif Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh KASN.
(4) Pejabat yang Berwenang atau pimpinan Instansi dan Perwakilan mengajukan
permintaan pengisian jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
mengajukan kompetensi dan kualifikasi serta jabatan yang lowong kepada
KASN.
(5) KASN mengumumkan lowongan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
ke seluruh Instansi dan Perwakilan disertai dengan kompetensi, kualifikasi, dan
persyaratan lain yang dibutuhkan.
(6) Calon Pejabat Eksekutif Senior yang memenuhi kompetensi, kualifikasi, dan
persyaratan lain yang dibutuhkan berhak mengajukan lamaran kepada KASN.
(7) KASN melakukan seleksi untuk memilih 1 (satu) orang calon Pejabat Eksekutif
Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ditetapkan dengan Keputusan
Presiden.
(8) Sebelum menduduki jabatannya, calon Pejabat Eksekutif Senior sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) mengucapkan sumpah/janji di hadapan pimpinan
Instansi atau Perwakilan.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak
Paragraf 1
Pegawai Negeri Sipil
Pasal 20
Pegawai negeri sipil berhak memperoleh:
a. gaji, tunjangan, dan kesejahteraan yang adil dan layak sesuai dengan beban
pekerjaan dan tanggung jawabnya;
b. cuti;
c. pengembangan kompetensi;
d. biaya perawatan;
e. tunjangan bagi yang menderita cacat jasmani atau cacat rohani dalam dan
sebagai akibat menjalankan tugas kewajibannya yang mengakibatkan tidak dapat
bekerja lagi dalam jabatan apapun;
f. uang duka; dan 9
g. pensiun bagi yang telah mengabdi kepada negara dan memenuhi persyaratan
yang ditentukan.
Paragraf 2
Pegawai Tidak Tetap Pemerintah
Pasal 21
(1) Pegawai Tidak Tetap Pemerintah berhak memperoleh:
a. honorarium yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan
tanggung jawabnya;
b. tunjangan;
c. cuti;
d. pengembangan kompetensi;
e. biaya kesehatan; dan
f. uang duka.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak Pegawai Tidak Tetap Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 22
Pegawai ASN wajib:
a. setia dan taat kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;
c. menaati semua ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh
pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab;
e. menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, tindakan, dan
ucapan kepada setiap orang baik di dalam maupun di luar kedinasan; dan
f. menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VII
KELEMBAGAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 23
(1) Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan merupakan pemegang
kekuasaan tertinggi pembinaan dan manajemen ASN.
(2) Untuk melakukan pembinaan profesi dan Pegawai ASN, Presiden
mendelegasikan sebagian kekuasaan pembinaan dan manajemen ASN kepada: 10
a. Menteri, berkaitan dengan kewenangan perumusan kebijakan umum
pendayagunaan Pegawai ASN;
b. KASN, berkaitan dengan kewenangan perumusan kebijakan pembinaan
profesi ASN dan pengawasan pelaksanaannya pada Instansi dan Perwakilan;
c. LAN, berkaitan dengan kewenangan penelitian dan pengembangan
administrasi pemerintahan negara, pembinaan pendidikan dan pelatihan
Pegawai ASN, dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan untuk
penjenjangan Aparatur Sipil Negara; dan
d. BKN, berkaitan dengan kewenangan pembinaan manajemen Pegawai ASN,
penyusunan materi seleksi umum calon Pegawai ASN, pembinaan Pusat
Penilaian Kinerja Pegawai ASN, pemeliharaan dan pengembangan Sistem
Informasi Pegawai ASN, dan pembinaan pendidikan fungsional analis
kepegawaian.
Pasal 24
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a berwenang
menetapkan kebijakan pendayagunaan Pegawai ASN sebagai berikut:
a. menetapkan analisis keperluan Pegawai ASN untuk semua Instansi dan
Perwakilan;
b. menetapkan klasifikasi jabatan Pegawai ASN;
c. menetapkan skala penggajian dan tunjangan Pegawai ASN;
d. menetapkan sistem pensiun Pegawai ASN;
e. melakukan pemindahan Pegawai ASN antarjabatan, antardaerah, dan antarInstansi;
f. memberhentikan sementara Pegawai ASN yang diangkat sebagai Pejabat
Negara dari status kepegawaiannya;
g. mengaktifkan status kepegawaian Pegawai ASN yang telah menyelesaikan tugas
sebagai Pejabat Negara;
h. mengangkat kembali Pegawai ASN yang telah menyelesaikan masa bakti
sebagai Pejabat Negara pada jabatan ASN;
i. menindak Pejabat yang Berwenang atas penyimpangan terhadap tata cara
manajemen Pegawai ASN yang ditetapkan dengan peraturan perundangundangan; dan
j. mengoordinasi pelaksanaan tugas BKN dan LAN.
Bagian Kedua
KASN
Paragraf 1
Sifat
Pasal 25
KASN merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya. 11
Paragraf 2
Tujuan
Pasal 26
KASN bertujuan:
a. meningkatkan kekuatan dan kemampuan ASN dalam penyelenggaraan
pelayanan publik, melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan untuk
mencapai tujuan negara;
b. menjamin agar ASN bebas dari campur tangan politik;
c. mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan negara yang efektif,
efisien, jujur, terbuka, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme;
d. menciptakan sistem kepegawaian sebagai perekat Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
e. membangun ASN yang profesional, berkemampuan tinggi, berdedikasi, dan
terdepan dalam manajemen kebijakan publik;
f. mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil, dan sejahtera; dan
g. melakukan pembinaan Pejabat Eksekutif Senior.
Paragraf 3
Kedudukan
Pasal 27
KASN berkedudukan di ibukota negara.
Paragraf 4
Fungsi
Pasal 28
KASN berfungsi menetapkan peraturan mengenai profesi ASN dan mengawasi
pelaksanaan regulasi tersebut oleh Instansi dan Perwakilan.
Paragraf 5
Tugas
Pasal 29
KASN bertugas:
a. mempromosikan nilai-nilai dasar dan kode etik ASN;
b. mengevaluasi pelaksanaan nilai-nilai dasar ASN oleh Instansi dan Perwakilan;
c. menyusun pedoman analisis keperluan pegawai;
d. memberikan pertimbangan kepada Menteri dalam penetapan kebutuhan
pegawai;
e. mengusulkan calon Pejabat Eksekutif Senior terpilih pada Instansi dan
Perwakilan kepada Presiden untuk ditetapkan;
f. menyusun, meninjau ulang, dan mengevaluasi kebijakan dan kinerja ASN pada
Instansi dan Perwakilan; 12
g. mengevaluasi sistem dan mekanisme kerja Instansi dan Perwakilan untuk
menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai disiplin ASN;
dan
h. melakukan tugas lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 6
Wewenang
Pasal 30
KASN berwenang:
a. menetapkan peraturan mengenai kebijakan pembinaan profesi ASN;
b. melakukan pengawasan pelaksanaan kebijakan pembinaan profesi ASN;
c. melakukan penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran peraturan-peraturan
pembinaan profesi ASN;
d. melakukan manajemen kepegawaian Pejabat Eksekutif Senior;
e. menerima pengaduan atau masukan dari kepala daerah mengenai kinerja Pejabat
yang Berwenang;
f. melakukan mediasi antara kepala daerah dengan Pejabat yang Berwenang di daerah;
dan
g. melakukan penggantian Pejabat yang Berwenang pada Instansi daerah apabila
diperlukan.
Pasal 31
KASN melaporkan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya termasuk yang terkait
dengan kebijakan dan kinerja ASN pada setiap akhir tahun kepada Presiden.
Paragraf 7
Susunan
Pasal 32
(1) KASN terdiri atas:
a. 1 (satu) orang ketua merangkap anggota;
b. 1 (satu) orang wakil ketua merangkap anggota; dan
c. 5 (lima) orang anggota.
(2) Dalam hal Ketua KASN berhalangan, Wakil Ketua KASN menjalankan tugas dan
wewenang Ketua KASN.
Pasal 33
(1) KASN dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dibantu oleh asisten KASN.
(2) Asisten KASN diangkat dan diberhentikan oleh Ketua KASN berdasarkan
persetujuan rapat anggota KASN.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan
pemberhentian serta tugas dan tanggung jawab asisten KASN diatur dengan
Peraturan KASN. 13
Pasal 34
(1) KASN dibantu oleh sebuah sekretariat yang dipimpin oleh seorang Sekretaris
Jenderal.
(2) Sekretaris Jenderal diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul KASN.
(3) Syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris Jenderal KASN
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan, susunan organisasi, fungsi, tugas,
wewenang, dan tanggung jawab Sekretariat Jenderal diatur dengan Peraturan
Presiden.
Paragraf 8
Keanggotaan
Pasal 35
(1) Anggota KASN terdiri dari unsur sebagai berikut:
a. wakil pemerintah sebanyak 1 (satu) orang;
b. akademisi sebanyak 2 (dua) orang;
c. tokoh masyarakat sebanyak 1 (satu) orang;
d. wakil organisasi ASN sebanyak 1 (satu) orang; dan
e. wakil daerah sebanyak 2 (dua) orang.
(2) Anggota KASN harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
c. berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya
berusia 60 (enam puluh) tahun;
d. tidak menjadi anggota partai politik dan/atau tidak sedang menduduki jabatan
politik;
e. sehat jasmani dan rohani;
f. memiliki kemampuan, pengalaman, dan/atau pengetahuan di bidang
manajemen ASN;
g. berpendidikan paling rendah pascasarjana (strata dua) di bidang administrasi
negara, manajemen publik, ilmu hukum, dan/atau ilmu pemerintahan; dan
h. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana
kejahatan yang diancam pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
Paragraf 9
Seleksi Anggota KASN
Pasal 36
(1) Anggota KASN diseleksi dan diusulkan oleh tim seleksi yang beranggotakan 5 (lima)
orang yang dibentuk oleh Menteri.
(2) Tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Menteri.
(3) Anggota tim seleksi harus memiliki pengalaman dan pengetahuan di bidang ASN.
(4) Tim seleksi menyampaikan 7 (tujuh) orang anggota KASN terpilih kepada Presiden. 14
Paragraf 10
Pengangkatan dan pemberhentian
Pasal 37
(1) Presiden menetapkan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota KASN dari anggota KASN
terpilih yang diusulkan oleh tim seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat
(4).
(2) Ketua, Wakil Ketua, dan anggota KASN ditetapkan dan diangkat oleh Presiden untuk
masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan hanya dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali
masa jabatan.
(3) Anggota KASN berhenti atau diberhentikan oleh Presiden pada masa jabatannya,
apabila:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri;
c. tidak sehat jasmani atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan kewajiban
sebagai anggota KASN;
d. dihukum penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang
diancam pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun; atau
e. menjadi anggota partai politik dan/atau menduduki jabatan negara.
Pasal 38
(1) Anggota KASN yang berhenti pada masa jabatannya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37 ayat (3) digantikan oleh calon anggota yang diusulkan oleh tim seleksi.
(2) Tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh menteri.
(3) Tim seleksi mengusulkan calon anggota pengganti sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dengan memperhatikan unsur keanggotaan KASN sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 ayat (1) kepada Presiden.
(4) Presiden mengesahkan anggota pengganti yang diusulkan tim seleksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3).
(5) Masa tugas anggota pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meneruskan
sisa masa kerja anggota yang berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bagian Ketiga
LAN
Paragraf 1
Tugas dan Fungsi
Pasal 39
LAN bertugas:
a. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional tertentu di bidang administrasi
negara;
b. pengkajian kinerja kelembagaan dan sumber daya aparatur dalam rangka
pembangunan administrasi negara dan peningkatan kualitas sumber daya
aparatur; 15
c. pengkajian dan pengembangan manajemen kebijakan dan pelayanan di bidang
pembangunan administrasi negara;
d. penelitian dan pengembangan administrasi pembangunan dan otomasi
administrasi negara;
e. pembinaan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan aparatur negara;
f. koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas LAN;
g. fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang
administrasi negara; dan
h. penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang
perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian,
keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.
Pasal 40
LAN berfungsi:
a. penyusunan rencana program nasional di bidangnya;
b. perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara
makro; dan
c. penetapan sistem informasi di bidangnya.
Paragraf 2
Kedudukan
Pasal 41
LAN berkedudukan di ibukota negara.
Paragraf 3
Kewenangan
Pasal 42
LAN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 berwenang:
a. melakukan kegiatan pengkajian;
b. merencanakan dan menyelenggarakan pembinaan pendidikan dan pelatihan
untuk pengembangan kapasitas ASN;
c. menyelenggarakan lembaga pendidikan Aparatur Sipil Negara;
d. perumusan dan pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang administrasi negara;
dan
e. penyusunan standar dan pedoman penyelenggaraan dan pelaksanaan
pendidikan, pelatihan fungsional dan penjenjangan tertentu serta pemberian
akreditasi dan sertifikasi di bidangnya.
Bagian Keempat
BKN
Paragraf 1
Tugas dan Fungsi 16
Pasal 43
BKN bertugas:
a. membantu Presiden dalam penyelenggaraan manajemen kepegawaian negara
dalam rangka terciptanya sumber daya manusia Aparatur Negara yang profesional
serta berkualitas dan bermoral tinggi, guna mendukung kelancaran pelaksanaan
tugas umum pemerintahan dan pembangunan; dan
b. menyimpanan informasi yang telah dimutakhirkan oleh Instansi dan Perwakilan
serta bertanggung jawab atas pengelolaan dan pengembangan Sistem Informasi
Aparatur Sipil Negara.
Pasal 44
BKN berfungsi:
a. penyusunan kebijakan teknis pengembangan kepegawaian negara;
b. perencanaan pengembangan kepegawaian negara;
c. penyusunan kebijakan penggajian dan penghargaan bagi Pegawai Negeri Sipil;
d. penyusunan norma dan standar baik teknis maupun profesional bagi jabatan
negeri;
e. penyediaan calon pejabat struktural dan fungsional tertentu bagi semua instansi
pemerintah termasuk untuk Daerah Otonom;
f. pengawasan dan pengendalian pendidikan dan pelatihan kepemimpinan sumber
daya manusia Aparatur Negara;
g. penyiapan penyusunan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian;
h. pembangunan dan pengembangan sistem informasi kepegawaian negara,
pengelolaan dan pengolahan data dan penyajian informasi yang mendukung
pengembangan sumber daya manusia Aparatur Negara;
i. penyelenggaraan administrasi sumber daya manusia Aparatur Pemerintah yang
meliputi pemberian pertimbangan, persetujuan dan/atau penetapan mutasi
kepegawaian dan pensiun;
j. perumusan, pelaksanaan dan koordinasi sistem pengawasan kepegawaian yang
efektif dan efisien berdasarkan prinsip akuntabilitas;
k. pemberian bimbingan teknsi pelaksanaan peraturan perundang-undangan di
bidang kepegawaian kepada instansi pemerintah;
l. koordinasi penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di bidang kepegawaian
dengan instansi pemerintah; dan
m. penyelenggaraan administrasi kepegawaian pajabat negara dan mantanpejabat
negara.
Paragraf 2
Kedudukan
Pasal 45
BKN berkedudukan di ibukota negara.17
Paragraf 3
Kewenangan
Pasal 46
BKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berwenang:
a. menyelenggarakan pembinaan dan manajemen kepegawaian ASN;
b. menyusun materi seleksi umum calon Pegawai ASN;
c. menyelenggarakan Pusat Penilaian Kinerja Pegawai ASN;
d. pembinaan pendidikan fungsional analis kepegawaian; dan
e. memelihara dan mengembangkan Sistem Informasi Pegawai ASN melalui
pengumpulan data dan pencatatan informasi Pegawai ASN, pemberian informasi
data Pegawai ASN, dan penataan administrasi Pegawai ASN.
BAB VIII
MANAJEMEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 47
Manajemen ASN meliputi Manajemen PNS dan Manajemen Pegawai Tidak Tetap
Pemerintah.
Bagian Kedua
Manajemen PNS
Pasal 48
(1) Manajemen PNS meliputi:
a. penetapan kebutuhan dan pengendalian jumlah;
b. pengadaan;
c. jabatan;
d. pola karier;
e. penggajian;
f. tunjangan;
g. kesejahteraan;
h. penghargaan;
i. sanksi;
j. pemberhentian;
k. pensiun; dan
l. perlindungan.
(2) Manajemen PNS di daerah dilaksanakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. 18
Paragraf 1
Penetapan Kebutuhan dan Pengendalian Jumlah
Pasal 49
Penetapan kebutuhan PNS merupakan analisis keperluan jumlah, jenis, dan status
PNS yang diperlukan untuk melaksanakan tugas utama secara efektif dan efisien
untuk mendukung beban kerja Instansi dan Perwakilan.
Pasal 50
(1) Pejabat yang berwenang pada Instansi mengusulkan kebutuhan PNS di Instansi
masing-masing kepada Menteri serta mengirim tembusan kepada KASN.
(2) Kebutuhan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kebutuhan pegawai
administrasi, pegawai fungsional, maupun untuk mengisi Jabatan Eksekutif Senior.
(3) Pengusulan kebutuhan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan analisis keperluan pegawai.
(4) Menteri menetapkan kebutuhan PNS secara nasional setelah mendapat
pertimbangan dari KASN dan Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
keuangan.
(5) Penetapan kebutuhan PNS oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilakukan sebagai wujud tanggung jawab pengendalian jumlah PNS dan menjaga
proporsionalitas PNS antar-Instansi.
(6) Menteri mengumumkan penetapan kebutuhan PNS sebagaimana dimaksud pada
ayat (5).
(7) Ketentuan mengenai pedoman penyusunan analisis keperluan pegawai
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan KASN.
Paragraf 2
Pengadaan
Pasal 51
(1) Pengadaan calon PNS merupakan kegiatan untuk mengisi jabatan yang lowong.
(2) Pengadaan calon PNS di Instansi dilakukan berdasarkan penetapan kebutuhan yang
ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (4).
(3) Pengadaan calon PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
tahapan perencanaan, pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi,
pengumuman hasil seleksi, masa percobaan, dan pengangkatan menjadi PNS.
Pasal 52
Setiap Instansi merencanakan pelaksanaan pengadaan calon PNS.
Pasal 53
Setiap Instansi mengumumkan secara terbuka kepada masyarakat mengenai
adanya lowongan jabatan calon PNS. 19
Pasal 54
(1) Setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk
melamar menjadi calon PNS setelah memenuhi persyaratan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan peraturan menteri dengan pertimbangan KASN.
Pasal 55
(1) Seleksi penerimaan calon PNS dilaksanakan oleh Instansi atau Perwakilan untuk
mengevaluasi secara obyektif kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang
dibutuhkan oleh jabatan, dan yang dimiliki oleh pelamar.
(2) Seleksi calon PNS terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu seleksi administrasi, seleksi
umum, dan seleksi khusus.
(3) Seleksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh
Instansi atau Perwakilan masing-masing untuk memeriksa kelengkapan
persyaratan.
(4) Instansi atau Perwakilan yang menerima pendaftaran calon PNSmemberikan
nomor peserta penyaringan bagi pelamar yang sudah lulus persyaratan
administrasi.
(5) Seleksi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Instansi
atau Perwakilan masing-masing dengan materi yang disusun oleh BKN.
(6) Seleksi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan oleh
Instansi atau Perwakilan dilakukan dengan membandingkan secara obyektif
kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan oleh jabatan dengan
kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh pelamar.
Pasal 56
Pengumuman tahapan seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dilaksanakan
secara terbuka, luas, dan informatif oleh Instansi masing-masing.
Pasal 57
Calon PNS yang lulus seleksi wajib menjalani masa percobaan.
Pasal 58
(1) Masa percobaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 bagi calon pegawai
administratif dan calon pegawai fungsional yang lulus seleksi dilaksanakan
melalui pendidikan dan pelatihan selama 1 (satu) tahun.
(2) Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk
pendidikan di dalam kelas oleh LAN atau Instansi yang telah mendapat
sertifikasi dari LAN.
(3) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk
pelatihan kerja di Instansi yang bersangkutan dan di Instansi pembina jabatan
fungsional bagi calon Pegawai Jabatan Fungsional. 20
Pasal 59
(1) Calon PNS menjadi PNS dalam suatu jabatan didasarkan pada ketentuan
sebagai berikut:
a. telah lulus pendidikan dan pelatihan;
b. telah memenuhi syarat kesehatan jasmani dan rohani; dan
c. diusulkan oleh Pejabat yang Berwenang.
(2) Calon PNS yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diangkat menjadi PNS oleh Pejabat yang Berwenang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(3) Calon PNS yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diberhentikan sebagai calon PNS.
Pasal 60
(1) Setiap calon PNS pada saat pengangkatannya wajib mengucapkan sumpah/janji
dengan disaksikan oleh Pejabat yang Berwenang atau Perwakilan.
(2) Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
“Demi Allah, saya bersumpah:
Bahwa saya, akan melaksanakan nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan ketentuan peraturan perundangundangan;
Bahwa saya, akan selalu membela dan mempertahankan kedaulatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
Bahwa saya, akan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada
saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;
Bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara dan
martabat Aparatur Sipil Negara, serta akan senantiasa mengutamakan
kepentingan negara dan masyarakat daripada kepentingan pribadi, seseorang,
atau golongan;
Bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau
menurut perintah harus saya rahasiakan;
Bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk
kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
Bahwa saya, tidak akan menerima pemberian berupa hadiah dan/atau janji-janji
baik langsung maupun tidak langsung yang ada kaitannya dengan pekerjaan
saya.”
Pasal 61
Pengangkatan calon PNS ditetapkan dengan keputusan Pejabat yang Berwenang.
Pasal 62
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan calon PNS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51 ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri setelah mendapat
pertimbangan KASN. 21
Pasal 63
(1) Pengisian Jabatan Eksekutif Senior pada jabatan struktural tertinggi
kementerian, kesekretariatan lembaga negara, lembaga pemerintah non
kementerian, staf ahli, dan analis kebijakan dilakukan melalui promosi dari PNS
yang berasal dari seluruh Instansi dan Perwakilan.
(2) Pengisian Jabatan Eksekutif Senior, khusus pada jabatan struktural tertinggi
lembaga pemerintah non kementerian, staf ahli, dan analis kebijakan dapat
berasal dari Non PNS yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(3) Pengadaan Pejabat Eksekutif Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh KASN.
(4) Pejabat yang Berwenang atau pimpinan Instansi dan Perwakilan mengajukan
permintaan pengisian jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
mengajukan kompetensi dan kualifikasi serta jabatan yang lowong kepada
KASN.
(5) KASN mengumumkan lowongan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
ke seluruh Instansi dan Perwakilan disertai dengan kompetensi, kualifikasi, dan
persyaratan lain yang dibutuhkan.
(6) Calon Pejabat Eksekutif Senior yang memenuhi kompetensi, kualifikasi, dan
persyaratan lain yang dibutuhkan berhak mengajukan lamaran kepada KASN.
(7) KASN melakukan seleksi untuk memilih 1 (satu) orang calon Pejabat Eksekutif
Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ditetapkan dengan Keputusan
Presiden.
(8) Sebelum menduduki jabatannya, calon Pejabat Eksekutif Senior sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) mengucapkan sumpah/janji di hadapan pimpinan
Instansi atau Perwakilan.
Paragraf 3
Pangkat dan Jabatan
Pasal 64
(1) PNS diangkat dalam pangkat dan jabatan tertentu pada Instansi atau
Perwakilan.
(2) Pengangkatan dan penetapan PNS dalam jabatan tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan perbandingan obyektif antara
kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan dengan
kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dimiliki oleh pegawai.
(3) Setiap jabatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan
dalam klasifikasi jabatan PNS yang menunjukkan kesamaan karakteristik,
mekanisme, dan pola kerja.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi jabatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan klasifikasi jabatan yang memuat jenis dan kategori jabatan
pada Instansi dan Perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 4
Pola Karier 22
Pasal 65
(1) Untuk menjamin keselarasan potensi PNS dengan kebutuhan penyelenggaraan
tugas pemerintahan dan pembangunan perlu disusun pola karier PNS yang
terintegrasi secara nasional.
(2) Setiap Instansi dapat menyusun pola karier aparaturnya secara khusus sesuai
dengan kebutuhan berdasarkan pola karier nasional.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola karir PNS secara nasional diatur dengan
Peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan KASN.
Pasal 66
(1) Setiap PNS direkrut untuk menduduki Jabatan Administrasi dan Jabatan
Fungsional yang lowong.
(2) PNS dapat berpindah jalur antar-Jabatan Eksekutif Senior, administrasi, dan
fungsional berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan penilaian kinerja.
Pasal 67
(1) Setiap PNS dinaikkan jabatannya secara kompetitif.
(2) Kenaikan jabatan secara kompetitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan penilaian kinerja.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kenaikan jabatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan
KASN.
Paragraf 5
Pengembangan Karier
Pasal 68
(1) Pengembangan karier PNS dilakukan berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan
penilaian kinerja.
(2) Pengembangan karier PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan mempertimbangkan integritas dan moralitas.
(3) Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kompetensi teknis yang diukur dari tingkat dan spesialisasi pendidikan,
pelatihan teknis fungsional, dan pengalaman bekerja secara teknis;
b. kompetensi manajerial yang diukur dari tingkat pendidikan, pelatihan
struktural atau manajemen, dan pengalaman kepemimpinan; dan
c. kompetensi sosial kultural yang diukur dari pengalaman kerjaberkaitan
dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku, dan budaya sehingga
memiliki wawasan kebangsaan.
(4) Integritas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diukur dari kejujuran, kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan, kemampuan bekerja sama, dan
pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan negara.
(5) Moralitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diukur dari penerapan dan
pengamalan nilai-nilai etika agama, budaya, dan sosial kemasyarakatan. 23
Paragraf 6
Promosi
Pasal 69
(1) Promosi PNS dilaksanakan berdasarkan hasil penilaian kompetensi, integritas,
dan moralitas oleh Tim Penilai Kinerja PNS.
(2) Tim Penilai Kinerja PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh
pimpinan Instansi masing-masing.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tim Penilai Kinerja PNS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan KASN.
Pasal 70
(1) Promosi dilakukan berdasarkan perbandingan obyektif antara kompetensi,
kualifikasi, dan persyaratan yang dimiliki calon dengan kompetensi, kualifikasi,
dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan, penilaian atas prestasi kerja,
kepemimpinan, kerjasama, kreativitas, dan pertimbangan dari Tim Penilai
Kinerja PNS pada Instansi masing-masing tanpa membedakan gender, suku,
agama, ras, dan golongan.
(2) Setiap PNS yang memenuhi syarat mempunyai hak yang sama untuk
dipromosikan ke jenjang jabatan yang lebih tinggi.
(3) Promosi Pegawai Jabatan Administrasi dan Pegawai Jabatan Fungsional
dilakukan oleh Pejabat yang Berwenang setelah mendapat pertimbangan Tim
Penilai Kinerja PNS pada Instansi masing-masing.
Pasal 71
(1) Mutasi merupakan perpindahan tugas atau perpindahan lokasi dalam satu
Instansi Pusat, antar-Instansi Pusat, satu Instansi Daerah, antar-Instansi
Daerah, antar-Instansi Pusat dan Instansi Daerah dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Mutasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pejabat yang
Berwenang dalam wilayah kewenangannya.
(3) Pembiayaan sebagai akibat dilakukannya mutasi dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 72
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan mutasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 71 diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 7
Penilaian Kinerja
Pasal 73
(1) Penilaian kinerja PNS berada di bawah kewenangan Pejabat yang Berwenang
pada Instansi masing-masing. 24
(2) Penilaian kinerja PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didelegasikan
secara berjenjang kepada atasan langsung dari PNS.
(3) Penilaian kinerja PNS dapat juga dilakukan oleh bawahan kepada atasannya.
(4) Penilaian kinerja PNS dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat
individu dan tingkat unit atau organisasi, dengan memperhatikan target, sasaran,
hasil, dan manfaat yang dicapai.
(5) Penilaian kinerja PNS dilakukan secara obyektif, terukur, akuntabel, partisipasi,
dan transparan.
(6) Hasil penilaian kinerja PNS disampaikan kepada Tim Penilai Kinerja PNS.
(7) Hasil penilaian kinerja PNS dimanfaatkan untuk menjamin obyektivitas dalam
pengembangan PNS, dan dijadikan sebagai persyaratan dalam pengangkatan
jabatan dan kenaikan pangkat, pemberian tunjangan dan sanksi, mutasi, dan
promosi, serta untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan.
Pasal 74
Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian kinerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 73 diatur dalam Peraturan KASN.
Paragraf 8
Penggajian
Pasal 75
(1) Pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak kepada PNS sesuai
dengan beban pekerjaan dan tanggung jawab PNS.
(2) Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memacu produktivitas dan
menjamin kesejahteraan PNS.
(3) Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara.
Paragraf 9
Tunjangan
Pasal 76
(1) Selain gaji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75, PNS juga menerima
tunjangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh melebihi gaji.
Pasal 77
(1) Selain gaji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75, pemerintah daerah dapat
memberikan tunjangan kepada PNS di daerah sesuai dengan tingkat
kemahalan.
(2) Dalam pemberian tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah
daerah wajib mengukur tingkat kemahalan berdasarkan indeks harga yang
berlaku di daerahnya masing-masing.
(3) Tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah. 25
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan peraturan daerah.
Paragraf 10
Kesejahteraan
Pasal 78
(1) Selain gaji dan tunjangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 dan Pasal 76,
Pemerintah memberikan jaminan sosial kepada PNS.
(2) Jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk
menyejahterakan PNS.
Paragraf 11
Penghargaan
Pasal 79
(1) PNS yang telah menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran, dan
kedisiplinan dalam melaksanakan tugasnya dianugerahkan tanda kehormatan
Satyalancana.
(2) Tanda kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara
selektif hanya kepada PNS yang memenuhi persyaratan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 80
(1) Setiap penerima tanda kehormatan berhak atas penghormatan dan
penghargaan dari negara.
(2) Penghormatan dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa:
a. pengangkatan atau kenaikan jabatan secara istimewa;
b. pemberian sejumlah uang sekaligus atau berkala; dan/atau
c. hak protokol dalam acara resmi dan acara kenegaraan.
Pasal 81
(1) Hak memakai Satyalancana dicabut apabila PNS yang bersangkutan dijatuhi
hukuman disiplin tingkat berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat
sebagai PNS atau tidak lagi memenuhi persyaratan yang telah diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pencabutan tanda kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Keputusan Presiden setelah mendapat pertimbangan Dewan Gelar,
Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan atas usul Pejabat yang Berwenang.
Pasal 82
Ketentuan lebih lanjut mengenai penghargaan terhadap PNS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 79, Pasal 80, dan/atau Pasal 81 diatur dengan Peraturan
Pemerintah. 26
Paragraf 12
Sanksi
Pasal 83
PNS yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dikenakan sanksi.
Pasal 84
Jenis pelanggaran yang dilakukan oleh PNS terdiri dari:
a. pelanggaran ringan;
b. pelanggaran sedang; dan/atau
c. pelanggaran berat.
Pasal 85
(1) Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 diberikan kepada PNS berupa:
a. sanksi administratif; atau
b. sanksi pidana.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme pemberian sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Paragraf 13
Pemberhentian
Pasal 86
(1) PNS diberhentikan dengan hormat karena:
a. meninggal dunia;
b. atas permintaan sendiri;
c. mencapai batas usia pensiun;
d. perampingan organisasi;atau
e. tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas
dan kewajiban.
(2) PNS diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri karena:
a. melanggar sumpah/janji jabatan;
b. tidak setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945; atau
c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
(3) PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena:
a. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan
atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan;
c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik;
d. merangkap jabatan lain baik dalam jabatan negara maupun jabatan politik;
atau 27
e. melakukan pelanggaran disiplin tingkat berat.
Pasal 87
PNS diberhentikan sementara karena menjadi tersangka melakukan tindak pidana
kejahatan sampai mendapat putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
Paragraf 14
Pensiun
Pasal 88
Pensiun PNS dan pensiun janda/duda PNS diberikan sebagai jaminan hari tua dan
sebagai penghargaan atas pengabdian PNS.
Pasal 89
(1) PNS yang berhenti dengan hormat berhak menerima pensiun apabila telah
mencapai batas usia pensiun.
(2) PNS yang telah mencapai batas usia pensiun, diberhentikan dengan hormat
sebagai PNS.
(3) Usia pensiun bagi Jabatan Administrasi adalah 58 (lima puluh delapan) tahun.
(4) Usia pensiun bagi Jabatan Fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Usia pensiun bagi Jabatan Eksekutif Senior adalah 60 (enam puluh) tahun.
Pasal 90
(1) Sumber pembiayaan pensiun berasal dari iuran PNS yang bersangkutan dan
pemerintah selaku pemberi kerja dengan perbandingan 1 : 2 (satu banding dua).
(2) Pengelolaan dana pensiun diselenggarakan oleh pihak ketiga berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pensiun PNS diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Paragraf 15
Perlindungan
Pasal 91
(1) Pemerintah wajib memberikan perlindungan hukum, perlindungan keselamatan,
dan perlindungan kesehatan kerja terhadap PNS dalam melaksanakan tugas
dan fungsinya.
(2) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya dan memperoleh bantuan
hukum terhadap kesalahan yang dilakukan dalam pelaksanaan tugas dan
fungsinya sampai putusan terhadap perkara tersebut memperoleh kekuatan
hukum tetap. 28
(3) Perlindungan keselamatan dan perlindungan kesehatan kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan terhadap risiko gangguan
keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam,
kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
Bagian Ketiga
Manajemen Pegawai tidak Tetap Pemerintah
Paragraf 1
Umum
Pasal 92
(1) Manajemen Pegawai Tidak Tetap Pemerintah meliputi:
a. penetapan kebutuhan;
b. pengadaan;
c. honorarium;
d. tunjangan;
e. kesejahteraan; dan
f. perlindungan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai manajemen Pegawai Tidak Tetap sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri.
Paragraf 2
Penetapan Kebutuhan
Pasal 93
Penetapan kebutuhan Pegawai Tidak Tetap Pemerintah merupakan analisis
keperluan jumlah, jenis, dan status Pegawai Tidak Tetap Pemerintah yang diperlukan
untuk melaksanakan tugas utama secara efektif dan efisien untuk mendukung beban
kerja Instansi dan Perwakilan.
Paragraf 3
Pengadaan
Pasal 94
(1) Pengadaan calon Pegawai Tidak Tetap Pemerintah merupakan kegiatan untuk
memenuhi kebutuhan pada instansi dan perwakilan.
(2) Pengadaan calon Pegawai Tidak Tetap Pemerintah di Instansi dilakukan
berdasarkan penetapan kebutuhan yang ditetapkan oleh instansi dan Perwakilan.
(3) Pengadaan calon Pegawai Tidak Tetap Pemerintah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui tahapan perencanaan, pengumuman lowongan,
pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, dan pengangkatan menjadi
Pegawai Tidak Tetap Pemerintah. 29
Pasal 95
Setiap Instansi dan Perwakilan mengumumkan secara terbuka kepada masyarakat
mengenai adanya lowongan Pegawai Tidak Tetap Pemerintah.
Pasal 96
Setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar
menjadi calon Pegawai Tidak Tetap Pemerintah setelah memenuhi persyaratan.
Pasal 97
(1) Seleksi penerimaan calon Pegawai Tidak Tetap Pemerintah dilaksanakan oleh
Instansi dan Perwakilan untuk mengevaluasi secara obyektif kompetensi,
kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh instansi dan yang dimiliki oleh
pelamar.
(2) Seleksi calon Pegawai Tidak Tetap Pemerintah terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu
seleksi administrasi, seleksi umum, dan seleksi khusus.
(3) Seleksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh
Instansi dan Perwakilan masing-masing untuk memeriksa kelengkapan
persyaratan.
(4) Instansi dan Perwakilan yang menerima pendaftaran calon Pegawai Tidak Tetap
Pemerintah memberikan nomor peserta penyaringan bagi pelamar yang sudah
lulus persyaratan administrasi.
(5) Seleksi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Instansi
dan Perwakilan masing-masing.
(6) Seleksi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan oleh
Instansi dan Perwakilan dilakukan dengan membandingkan secara obyektif
kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan oleh jabatan dengan
kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh pelamar.
Pasal 98
Pengumuman lowongan Pegawai Tidak Tetap Pemerintah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 95 dilaksanakan secara terbuka, luas, dan informatif oleh Instansi dan
Perwakilan masing-masing.
Pasal 99
Pengangkatan calon Pegawai Tidak Tetap Pemerintah ditetapkan dengan keputusan
Pejabat yang Berwenang.
Paragraf 4
Honorarium
Pasal 100
(1) Pemerintah wajib membayar honorarium yang adil dan layak kepada Pegawai
Tidak Tetap Pemerintah sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawab. 30
(2) Honorarium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memacu produktivitas
dan menjamin kesejahteraan Pegawai Tidak Tetap Pemerintah.
(3) Honorarium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
Paragraf 5
Tunjangan
Pasal 101
Selain honorarium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100, Pegawai Tidak Tetap
Pemerintah dapat menerima tunjangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Paragraf 6
Kesejahteraan
Pasal 102
(1) Selain honorarium dan tunjangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 dan
Pasal 101, Pemerintah memberikan jaminan sosial kepada Pegawai Tidak Tetap
Pemerintah.
(2) Jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk
menyejahterakan Pegawai Tidak Tetap Pemerintah.
Paragraf 7
Perlindungan
Pasal 103
(1) Pemerintah wajib memberikan perlindungan hukum, perlindungan keselamatan,
dan perlindungan kesehatan kerja terhadap Pegawai Tidak Tetap Pemerintah
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
(2) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya dan memperoleh bantuan
hukum terhadap kesalahan yang dilakukan dalam pelaksanaan tugas dan
fungsinya sampai putusan terhadap perkara tersebut memperoleh kekuatan
hukum tetap.
(3) Perlindungan keselamatan dan perlindungan kesehatan kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan terhadap risiko gangguan
keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam,
kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
BAB IX
PENCALONAN DAN PENGANGKATAN DALAM JABATAN NEGARA
Pasal 104
Pegawai ASN dapat mencalonkan diri untuk jabatan negara. 31
Pasal 105
Jabatan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 adalah:
a. Presiden dan Wakil Presiden;
b. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyarawatan Rakyat;
c. Ketua, Wakil ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat;
d. Ketua, Wakil ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah;
e. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Mahkamah Konstitusi;
f. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Pemilihan Umum;
g. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung
serta Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada semua Badan Peradilan;
h. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
i. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Yudisial;
j. Menteri dan jabatan yang setingkat Menteri;
k. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan
sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh;
l. Gubernur dan Wakil Gubernur;
m. Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota; dan
n. Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-undang.
Pasal 106
(1) Pegawai ASN dari PNS yang diangkat pada jabatan negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 105 huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, dan huruf k
diberhentikan sementara dari jabatan yang didudukinya dan tidak kehilangan
status sebagai PNS.
(2) Pegawai ASN dari PNS yang tidak menjabat lagi pada jabatan negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaktifkan kembali sebagai PNS.
(3) Pegawai ASN dari PNS yang terpilih menduduki jabatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 105 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf l, dan huruf m, tidak
dapat diaktifkan kembali sebagai PNS.
Pasal 107
Pejabat eksekutif senior berstatus Pegawai Negeri Sipil yang tidak menjabat lagi pada
jabatan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dapat menduduki
jabatan eksekutif senior, jabatan administrasi atau jabatan fungsional.
Pasal 108
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pegawai ASN yang menduduki jabatan negara diatur
dengan Peraturan Menteri.
BAB X
ORGANISASI
Pasal 109
(1) Pegawai ASN merupakan anggota Korps Pegawai ASN Republik Indonesia
yang bersifat non kedinasan untuk menyampaikan aspirasinya. 32
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi Pegawai ASN diatur dengan
Peraturan Menteri.
BAB XI
SISTEM INFORMASI APARATUR SIPIL NEGARA
Pasal 110
(1) Untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi pengambilan keputusan dalam
manajemen ASN diperlukan Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara.
(2) Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan secara nasional dan terintegrasi antar berbagai Instansi.
(3) Untuk menjamin keterpaduan dan akurasi data dalam Sistem Informasi Aparatur
Sipil Negara, setiap Instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
memutakhirkan data secara berkala dan menyampaikannya kepada BKN.
(4) Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) berbasiskan teknologi informasi yang mudah diaplikasikan, mudah
diakses, dan memiliki sistem keamanan yang dipercaya.
Pasal 111
(1) Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
110 ayat (1) memuat seluruh informasi dan data Pegawai ASN.
(2) Data Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya
memuat:
a. data riwayat hidup;
b. riwayat pendidikan formal dan non formal;
c. riwayat jabatan dan kepangkatan;
d. riwayat penghargaan, tanda jasa, atau tanda kehormatan;
e. riwayat pengalaman berorganisasi;
f. riwayat gaji;
g. riwayat pendidikan dan latihan;
h. daftar penilaian pekerjaan; dan
i. surat keputusan.
BAB XII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 112
(1) Sengketa Pegawai ASN diselesaikan melalui upaya administratif dan Peradilan
Tata Usaha Negara.
(2) Upaya administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari keberatan
dan banding administratif.
(3) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan secara tertulis kepada
atasan Pejabat yang Berwenang menghukum dengan memuat alasan keberatan
dan tembusannya disampaikan kepada Pejabat yang Berwenang menghukum.
(4) Banding administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada
Badan Pertimbangan Aparatur Sipil Negara. 33
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya administratif diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB XIII
LARANGAN
Pasal 113
Setiap orang dilarang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai ASN atau
panitia seleksi penerimaan calon Pegawai ASN agar berbuat atau tidak berbuat
sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dalam seleksi penerimaan calon
Pegawai ASN.
Pasal 114
Pegawai ASN atau panitia seleksi penerimaan calon Pegawai ASN dilarang
menerima pemberian atau janji dalam seleksi penerimaan calon Pegawai ASN.
Pasal 115
Setiap orang dilarang bertindak sebagai perantara dalam seleksi penerimaan calon
Pegawai ASN secara melawan hukum dengan maksud menguntungkan diri sendiri
atau orang lain.
Pasal 116
Setiap orang dilarang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada anggota KASN
agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam seleksi pengisian pejabat Eksekutif
Senior.
Pasal 117
Anggota KASN atau panitia seleksi penerimaan calon pejabat Eksekutif Senior
dilarang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya agar seseorang
memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan,
atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Pasal 118
Setiap orang dilarang bertindak sebagai perantara dalam seleksi penerimaan calon
pejabat Eksekutif Senior dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum.
BAB XIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 119
Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai ASN atau
panitia seleksi penerimaan calon Pegawai ASN agar berbuat atau tidak berbuat 34
sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dalam seleksi penerimaan calon
Pegawai ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana
denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 120
Pegawai ASN atau panitia seleksi penerimaan calon Pegawai ASN yang menerima
pemberian atau janji dalam seleksi penerimaan calon Pegawai ASN sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 114 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua)
tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
Pasal 121
Setiap orang yang bertindak sebagai perantara dalam seleksi penerimaan calon
Pegawai ASN secara melawan hukum dengan maksud menguntungkan diri sendiri
atau orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana
denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 122
Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada anggota KASN agar
berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam seleksi pengisian Jabatan Eksekutif
Senior sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda
paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 123
Anggota KASN atau panitia seleksi penerimaan calon Pejabat Eksekutif Senior yang
dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya agar seseorang memberikan
sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 124
Setiap orang yang bertindak sebagai perantara dalam seleksi penerimaan calon
Pejabat Eksekutif Senior dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 35
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 125
Ketentuan mengenai pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 berlaku bagi
pegawai ASN yang diangkat sejak 1 Januari 2013.
Pasal 126
Tim Seleksi menyampaikan 7 (tujuh) orang anggota KASN terpilih kepada Presiden untuk
ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 127
Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110
dan Pasal 111 dilaksanakan secara nasional paling lambat tahun 2012.
Pasal 128
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus sudah ditetapkan paling lambat 1
(satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 129
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai
Negeri Sipil Daerah disebut sebagai Pegawai ASN.
Pasal 130
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 131
Ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kode etik dan penyelesaian
pelanggaran terhadap kode etik bagi Jabatan Fungsional tertentu dinyatakan tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
Pasal 132
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan
yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok 36
Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890) dinyatakan masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam UndangUndang ini.
Pasal 133
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan kepegawaian harus disesuaikan dengan ketentuan dalam
Undang-Undang ini.
Pasal 134
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal ...
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ... 37
RANCANGAN
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
APARATUR SIPIL NEGARA
I. PENJELASAN UMUM
Dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam
alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (UUD 1945), diperlukan Aparatur Sipil Negara yang profesional,
bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme,
mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu
menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Tujuan Nasional seperti tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945 ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Untuk mewujudkan tujuan nasional, dibutuhkan pegawai Aparatur Sipil
Negara. Pegawai Aparatur Sipil Negara diserahi tugas untuk melaksanakan
tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan dan tugas pembangunan tertentu.
Tugas pelayanan publik dilakukan dengan memberikan pelayanan atas barang,
jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan pegawai Aparatur Sipil
Negara.Adapun tugas pemerintahan dilaksanakan dalam rangka
penyelenggaraan fungsi umum pemerintahan yang meliputi pendayagunaan
kelembagaan, kepegawaian, dan ketatalaksanaan. Sedangkan dalam rangka
pelaksanaan tugas pembangunan tertentu dilakukan melalui pembangunan
bangsa (cultural and political development) serta melalu pembangunan ekonomi
dan sosial (economic and social development) yang diarahkan meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran seluruh masyarakat.
Untuk dapat menjalankan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan, dan
tugas pembangunan tertentu, pegawai Aparatur Sipil Negara harus memiliki
profesi dan manajemen Aparatur Sipil Negara yang berdasarkan pada asas merit
atau perbandingan antara kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang
dibutuhkan oleh jabatan dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang
dimiliki oleh calon dalam rekrutmen, pengangkatan, penempatan, dan promosi
pada jabatan sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik.
Manajemen Aparatur Sipil Negara perlu diatur secara menyeluruh, dengan
menerapkan norma, standar, dan prosedur yang seragam meliputi penetapan
kebutuhan dan pengendalian jumlah, pengadaan, jabatan, pola karier, penggajian,
tunjangan, kesejahteraan, dan penghargaan, sanksi dan pemberhentian,
pensiun, dan perlindungan. Dengan adanya keseragaman, diharapkan akan
tercipta penyelenggaraan manajemen Aparatur Sipil Negara yang memenuhi
standar kualifikasi yang sama di seluruh Indonesia. 38
Dalam upaya menjaga netralitas Aparatur Sipil Negara dari pengaruh partai
politik, dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan Aparatur Sipil
Negara, serta dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaga pada
tugas yang dibebankan, Aparatur Sipil Negara dilarang menjadi anggota dan/atau
pengurus partai politik.
Untuk meningkatkan produktivitas dan menjamin kesejahteraan Aparatur Sipil
Negara, dalam Undang-Undang ini ditegaskan bahwa Aparatur Sipil Negara
berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban kerja dan
tanggung jawabnya. Selain itu, Aparatur Sipil Negara berhak memperoleh
jaminan sosial. Pemberian gaji maupun jaminan sosial diselenggarakan oleh
Pemerintah.
Dalam rangka penetapan kebijakan manajemen Aparatur Sipil Negara,
dibentuk Komisi Aparatur Sipil Negara yang mandiri dan bebas dari intervensi
politik. Pembentukan Komisi Aparatur Sipil Negara ini untuk merumuskan
peraturan tentang pelaksanaan standar, norma, prosedur, dan kebijakan mengenai
Aparatur Sipil Negara. Komisi Aparatur Sipil Negara beranggotakan 7 (tujuh) orang
yang terdiri dari seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap
anggota, dan 5 (lima) orang anggota yang berasal dari unsur pemerintah, akademisi,
tokoh masyarakat, dan wakil daerah. Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Aparatur
Sipil Negara ditetapkan dan diangkat oleh Presiden sebagai Kepala Negara untuk
masa jabatan selama 5 (lima) tahun, dan hanya dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali
masa jabatan.
Bagi pegawai Aparatur Sipil Negara dan anggota Komisi Aparatur Sipil Negara
yang melanggar ketentuan dalam Undang-Undang ini dikenai sanksi administrasi
dan/atau sanksi pidana. Sanksi administrasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah, sedangkan sanksi pidana berupa pidana penjara dan/atau pidana denda.
Untuk membentuk Aparatur Sipil Negara yang mampu menyelenggarakan
pelayanan publik dan menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan
kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia, perlu mengganti UndangUndang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas kepastian hukum” adalah dalam
setiap kebijakan penyelenggaraan ASN, mengutamakan landasan
peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan. 39
Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas profesionalitas” adalah
mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas proporsionalitas” adalah
mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Pegawai
ASN.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah pengelolaan
Pegawai ASN didasarkan pada satu sistem pengelolaan yang
terpadu secara nasional.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas delegasi” adalah bahwa sebagian
kewenangan pengelolaan ASN dapat didelegasikan
pelaksanaannya kepada kementerian, Lembaga Pemerintah
Nonkementerian, dan pemerintah daerah.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas netralitas” adalah bahwa setiap
Pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun
dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas” adalah bahwa setiap
kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan ASN harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas efektif dan efisien” adalah bahwa
dalam menyelenggarakan manajemen ASN sesuai dengan target
atau tujuan dengan tepat waktu sesuai dengan perencanaan yang
ditetapkan.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah bahwadalam
penyelenggaraan manajemen ASN bersifat terbuka untuk publik.
Huruf j
Yang dimaksud dengan “asas non diskriminasi” adalah
bahwadalam penyelenggaraan manajemen ASN, KASN tidak
membedakan perlakuan berdasarkan gender, suku, agama, ras
dan golongan.
Huruf k
Yang dimaksud dengan “asas persatuan dan kesatuan” adalah
bahwa Pegawai ASN sebagai perekat Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Huruf l
Yang dimaksud dengan “asas keadilan dan kesetaraan” adalah
bahwa pengaturan penyelenggaraan ASN harus mencerminkan 40
rasa keadilan dan kesamaan untuk memperoleh kesempatan akan
fungsi dan peran sebagai Pegawai ASN.
Huruf m
Yang dimaksud dengan “asas kesejahteraan” adalah bahwa
penyelenggaraan ASN diarahkan untuk mewujudkan peningkatan
kualitas hidup Pegawai ASN.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Yang dimaksud dengan “Pegawai Tidak Tetap Pemerintah” antara lain
tenaga ahli, dokter, perawat, guru, dan dosen yang diangkat berdasarkan
perjanjian kerja.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1) 41
Skala gaji Pejabat Eksekutif Senior berdasarkan perbandingan
dengan rata-rata gaji eksekutif Badan Usaha Milik Negara dan
perusahaan swasta.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Jabatan Fungsional” antara lain: jaksa,
guru, dosen, peneliti, perancang peraturan perundang-undangan,
dan auditor.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pejabat struktural tertinggi” antara lain
Wakil Menteri, Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Inspektur
Jenderal, Sekretaris Daerah, dan Kepala Lembaga Pemerintah
non Kementerian.
Yang dimaksud dengan “staf ahli” antara lain Staf Ahli Presiden,
Staf Ahli Pimpinan Lembaga Negara, dan Staf Ahli Menteri.
Yang dimaksud dengan “analis kebijakan” adalah pejabat
fungsional yang memiliki pangkat dan golongan tertinggi dalam
jabatannya.
Yang dimaksud dengan “pejabat lainnya” adalah jabatan-jabatan
selain yang disebutkan dan diatur berdasarkan undang-undang.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “persyaratan lain” antara lain bersedia
ditempatkan di seluruh instansi dan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas. 42
Ayat (5)
Skala gaji Pejabat Eksekutif Senior berdasarkan perbandingan
dengan rata-rata gaji Eksekutif Badan Usaha Milik Negara atau
perusahaan swasta.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Huruf a
Yang dimaksud dengan “adil dan layak” adalah bahwa gaji,
tunjangan, dan kesejahteraan PNS harus mampu memenuhi
kebutuhan hidup keluarganya, sehingga PNS yang bersangkutan
dapat memusatkan perhatian, pikiran, dan tenaganya untuk
melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “biaya perawatan” adalah biaya bagi PNS
yang mengalami kecelakaan dalam dan sebagai akibat
menjalankan tugas kewajibannya.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “uang duka” adalah uang yang diberikan
oleh pemerintah kepada keluarga dari PNS yang meninggal dunia.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 21
Huruf a
Yang dimaksud dengan “adil dan layak” adalah bahwa honorarium
yang diterima oleh Pegawai Tidak Tetap Pemerintah sesuai dengan
tugas dan fungsi yang menjadi tanggungjawab Pegawai Tidak
Tetap Pemerintah.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas. 43
Huruf f
Yang dimaksud dengan “uang duka” adalah uang yang diberikan
oleh pemerintah kepada keluarga dari Pegawai Tidak Tetap
Pemerintah yang meninggal dunia.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Yang dimaksud dengan “mandiri” adalah dalam pengambilan keputusan,
KASN tidak diintervensi oleh berbagai pihak, baik Pemerintah maupun
lembaga negara lainnya.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas. 44
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas. 45
Ayat (4)
Dalam membuat pertimbangan, KASN dapat meminta informasi dari
BKN dan Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
keuangan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Yang dimaksud dengan “secara terbuka” adalah mengumumkan kepada
publik calon yang lulus maupun yang tidak lulus.
Yang dimaksud dengan “luas” adalah mengumumkan melalui media
massa lokal dan/atau nasional dan melalui website.
Yang dimaksud dengan “informatif” termasuk mengumumkan hasil
penilaian dan peringkat.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas. 46
Ayat (2)
Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai frasa
tertentu sesuai dengan agama masing-masing, misalnya untuk
penganut Agama Islam didahului dengan frasa “Demi Allah”, untuk
penganut Agama Protestan dan Katolik diakhiri dengan frasa
“Semoga Tuhan menolong saya”, untuk penganut Agama Budha
didahului dengan frasa “Demi Hyang Adi Budha”, dan untuk
penganut Agama Hindu didahului dengan frasa “Om Atah
Paramawisesa”.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas. 47
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas. 48
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Cukup jelas.
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Cukup jelas.
Pasal 100
Cukup jelas.
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102
Cukup jelas.
Pasal 103
Cukup jelas.
Pasal 104
Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal 106
Cukup jelas.
Pasal 107 49
Cukup jelas.
Pasal 108
Cukup jelas.
Pasal 109
Cukup jelas.
Pasal 110
Cukup jelas.
Pasal 111
Cukup jelas.
Pasal 112
Cukup jelas.
Pasal 113
Cukup jelas.
Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Cukup jelas.
Pasal 118
Cukup jelas.
Pasal 119
Cukup jelas.
Pasal 120
Cukup jelas.
Pasal 121
Cukup jelas.
Pasal 122
Cukup jelas.
Pasal 123
Cukup jelas.
Pasal 124 50
Cukup jelas.
Pasal 125
Cukup jelas.
Pasal 126
Cukup jelas.
Pasal 127
Cukup jelas.
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas.
Pasal 130
Cukup jelas.
Pasal 131
Cukup jelas.
Pasal 132
Cukup jelas.
Pasal 133
Cukup jelas.
Pasal 134
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ...
Republik Indonesia Tahun 1945, perlu dibangun aparatur sipil
negara yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari
praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu
menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu
menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan
bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa pelaksanaan manajemen aparatur sipil negara belum
berdasarkan pada perbandingan antara kompetensi dan kualifikasi
yang diperlukan oleh jabatan dengan kompetensi dan kualifikasi
yang dimiliki calon dalam rekrutmen, pengangkatan, penempatan,
dan promosi pada jabatan sejalan dengan tata kelola pemerintahan
yang baik;
c. bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sudah
tidak sesuai dengan penyelenggaraan kepegawaian sehingga perlu
diganti;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang
tentang Aparatur Sipil Negara;
Mengingat : Pasal 20 ayat (1), ayat (2), dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA. 2
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi
pegawai negeri sipil dan pegawai tidak tetap pemerintah yang bekerja pada
instansi dan perwakilan.
2. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat Pegawai ASN adalah
pegawai negeri sipil dan pegawai tidak tetap pemerintah yang diangkat oleh
pejabat yang berwenang.
3. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara
Indonesia yang memenuhi persyaratan dan diangkat oleh pejabat yang
berwenang.
4. Pegawai Tidak Tetap Pemerintah adalah warga negara Indonesia yang
memenuhi persyaratan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang sebagai
Pegawai ASN.
5. Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN
yang profesional, memiliki nilai-nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi
politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
6. Sistem Informasi ASN adalah rangkaian informasi dan data mengenai Pegawai
ASN yang disusun secara sistematis, menyeluruh, dan terintegrasi dengan
berbasis teknologi.
7. Jabatan Eksekutif Senior adalah sekelompok jabatan tertinggi pada instansi dan
perwakilan.
8. Aparatur Eksekutif Senior adalah Pegawai ASN yang menduduki Jabatan
Eksekutif Senior melalui seleksi secara nasional yang dilakukan oleh Komisi
Aparatur Sipil Negara dan diangkat oleh Presiden
9. Jabatan Administrasi adalah sekelompok jabatan yang berisi tugas pokok dan
fungsi berkaitan dengan pelayanan administrasi, manajemen kebijakan
pemerintahan, dan pembangunan.
10. Pegawai Jabatan Administrasi adalah Pegawai ASN yang menduduki Jabatan
Administrasi pada instansi dan perwakilan.
11. Jabatan Fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi tugas pokok dan
fungsi berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian
dan keterampilan tertentu.
12. Pegawai Jabatan Fungsional adalah Pegawai ASN yang menduduki Jabatan
Fungsional pada instansi dan perwakilan.
13. Pejabat yang Berwenang adalah pejabat karier tertinggi pada instansi dan
perwakilan.
14. Instansi adalah instansi pusat dan instansi daerah.
15. Instansi Pusat adalah kementerian, lembaga pemerintah non-kementerian,
kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga non-struktural.
16. Instansi Daerah adalah perangkat daerah provinsi dan perangkat daerah
kabupaten/kota yang meliputi sekretariat daerah, sekretariat Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah. 3
17. Perwakilan adalah perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang meliputi
Kedutaan Besar Republik Indonesia, Konsulat Jenderal Republik Indonesia,
Konsulat Republik Indonesia, Perutusan Tetap Republik Indonesia pada
Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan Perwakilan Republik Indonesia yang bersifat
sementara.
18. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
pendayagunaan aparatur negara.
19. Komisi Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat KASN adalah lembaga
negara yang mandiri, bebas dari intervensi politik, dan diberi kewenangan untuk
menetapkan regulasi mengenai profesi ASN, mengawasi Instansi dan
Perwakilan dalam melaksanakan regulasi, dan tugas lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
20. Lembaga Administrasi Negara yang selanjutnya disingkat LAN adalah lembaga
yang diberi kewenangan berdasarkan Undang-Undang ini.
21. Badan Kepegawaian Negara yang selanjutnya disingkat BKN adalah badan
yang diberi kewenangan berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB II
ASAS, PRINSIP, NILAI-NILAI DASAR,DAN KODE ETIK
Pasal 2
Penyelenggaraan manajemen ASN dilakukan berdasarkan asas:
a. kepastian hukum;
b. profesionalitas;
c. proporsionalitas;
d. keterpaduan;
e. delegasi;
f. netralitas;
g. akuntabilitas;
h. efektif dan efisien;
i. keterbukaan;
j. non-diskriminasi;
k. persatuan dan kesatuan;
l. keadilan dan kesetaraan; dan
m. kesejahteraan.
Pasal 3
ASN sebagai profesi berlandaskan pada prinsip:
a. nilai dasar;
b. kode etik;
c. komitmen, integritas moral, dan tanggung jawab pada pelayanan publik;
d. kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e. kualifikasi akademik;
f. jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas; dan
g. profesionalitas jabatan. 4
Pasal 4
Nilai dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a meliputi:
a. memegang teguh nilai-nilai dalam ideologi negara Pancasila;
b. setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
c. menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak;
d. membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian;
e. menciptakan lingkungan kerja yang non-diskriminatif;
f. memelihara dan menjunjung tinggi standar etika yang luhur;
g. mempertanggungjawabkan tindakan dan kinerjanya kepada publik;
h. memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program Pemerintah;
i. memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap, cepat, tepat, akurat,
berdaya guna, berhasil guna, dan santun;
j. mengutamakan kepemimpinan berkualitas tinggi;
k. menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerjasama;
l. mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja pegawai;
m. mendorong kesetaraan dalam pekerjaan; dan
n. meningkatkan efektivitas sistem pemerintahan yang demokratis sebagai
perangkat sistem karir.
Pasal 5
(1) Kode etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b untuk menjaga martabat
dan kehormatan ASN.
(2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
BAB III
JENIS, STATUS, DAN KEDUDUKAN
Bagian Kesatu
Jenis
Pasal 6
Pegawai ASN terdiri dari:
a. PNS.
b. Pegawai Tidak Tetap Pemerintah.
Bagian Kedua
Status
Pasal 7
(1) PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a merupakan pegawai yang
berstatus pegawai tetap dan memiliki Nomor Induk Pegawai.
(2) Pegawai Tidak Tetap Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b
merupakan pegawai yang diangkat dengan perjanjian kerja dalam jangka waktu
paling singkat 12 (dua belas) bulan pada Instansi dan Perwakilan. 5
Bagian Ketiga
Kedudukan
Pasal 8
(1) Pegawai ASN berkedudukan di pusat, daerah, dan perwakilan luar negeri.
(2) Pegawai ASN yang bekerja pada Instansi Pusat, Instansi Daerah, dan
Perwakilan merupakan satu kesatuan ASN.
Pasal 9
(1) Pegawai ASN melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh Pimpinan Instansi
dan Perwakilan.
(2) Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan
partai politik.
BAB IV
FUNGSI, TUGAS, DAN PERAN
Bagian Kesatu
Fungsi
Pasal 10
Pegawai ASN berfungsi sebagai:
a. pelaksana kebijakan publik;
b. pelayan publik; dan
c. perekat bangsa.
Bagian Kedua
Tugas
Pasal 11
Pegawai ASN bertugas:
a. melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Negara;
b. memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan
c. mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bagian Ketiga
Peran
Pasal 12
Pegawai ASN berperan mewujudkan tujuan pembangunan nasional melalui
pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, dan bersih dari
praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. 6
BAB V
JABATAN ASN
Bagian kesatu
Umum
Pasal 13
Jabatan ASN terdiri dari:
a. Jabatan Administrasi;
b. Jabatan Fungsional; dan
c. Jabatan Eksekutif Senior.
Bagian Kedua
Jabatan Administrasi
Pasal 14
(1) Jabatan Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a terdiri dari:
a. jabatan pelaksana;
b. jabatan pengawas; dan
c. jabatan administrator.
(2) Ketentuan mengenai klasifikasi Jabatan Administrasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 15
(1) Jabatan pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a
bertanggung jawab melaksanakan kegiatan pelayanan publik, administrasi
pemerintahan, dan pembangunan.
(2) Jabatan pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b
bertanggung jawab mengawasi pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh
pejabat pelaksana.
(3) Jabatan administrator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf c
bertanggung jawab memimpin pelaksanaan seluruh kegiatan pelayanan publik,
administrasi pemerintahan, dan pembangunan.
Pasal 16
(1) Setiap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) ditetapkan
sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan.
(2) Penetapan kompetensi yang dibutuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Menteri. 7
Bagian Ketiga
Jabatan Fungsional
Pasal 17
(1) Jabatan Fungsional dalam ASN terdiri dari jabatan fungsional keahlian dan
jabatan fungsional keterampilan.
(2) Jabatan fungsional keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. ahli pertama;
b. ahli muda;
c. ahli madya, dan
d. ahli utama.
(3) Jabatan fungsional keterampilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
dari:
a. pemula;
b. terampil; dan
c. mahir.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jabatan fungsional keahlian dan jabatan
fungsional keterampilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keempat
Jabatan Eksekutif Senior
Pasal 18
(1) Jabatan Eksekutif Senior terdiri dari pejabat struktural tertinggi, staf ahli, analis
kebijakan, dan pejabat lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Jabatan Eksekutif Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi
memimpin dan mendorong setiap Pegawai ASN pada Instansi dan Perwakilan
melalui:
a. kepeloporan dalam bidang:
1. keahlian profesional;
2. analisis dan rekomendasi kebijakan; dan
3. kepemimpinan manajemen.
b. mengembangkan kerjasama dengan Instansi lain; dan
c. keteladanan dalam mengamalkan nilai-nilai dasar ASN dan melaksanakan
kode etik ASN.
(3) Setiap Jabatan Eksekutif Senior ditetapkan kompetensi, kualifikasi, integritas,
dan persyaratan lain yang dibutuhkan.
(4) Penetapan kompetensi, kualifikasi, integritas, dan persyaratan lain yang
dibutuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
(5) Pejabat yang menduduki Jabatan Eksekutif Senior sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berhak atas gaji, tunjangan, dan jaminan sosial.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai gaji, tunjangan dan jaminan sosial
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri. 8
Pasal 19
(1) Pengisian Jabatan Eksekutif Senior pada jabatan struktural tertinggi
kementerian, kesekretariatan lembaga negara, lembaga pemerintah non
kementerian, staf ahli, dan analis kebijakan dilakukan melalui promosi dari PNS
yang berasal dari seluruh Instansi dan Perwakilan.
(2) Pengisian Jabatan Eksekutif Senior, khusus pada jabatan struktural tertinggi
lembaga pemerintah non kementerian, staf ahli, dan analis kebijakan dapat
berasal dari Non PNS yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(3) Pengisian Pejabat Eksekutif Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh KASN.
(4) Pejabat yang Berwenang atau pimpinan Instansi dan Perwakilan mengajukan
permintaan pengisian jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
mengajukan kompetensi dan kualifikasi serta jabatan yang lowong kepada
KASN.
(5) KASN mengumumkan lowongan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
ke seluruh Instansi dan Perwakilan disertai dengan kompetensi, kualifikasi, dan
persyaratan lain yang dibutuhkan.
(6) Calon Pejabat Eksekutif Senior yang memenuhi kompetensi, kualifikasi, dan
persyaratan lain yang dibutuhkan berhak mengajukan lamaran kepada KASN.
(7) KASN melakukan seleksi untuk memilih 1 (satu) orang calon Pejabat Eksekutif
Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ditetapkan dengan Keputusan
Presiden.
(8) Sebelum menduduki jabatannya, calon Pejabat Eksekutif Senior sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) mengucapkan sumpah/janji di hadapan pimpinan
Instansi atau Perwakilan.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak
Paragraf 1
Pegawai Negeri Sipil
Pasal 20
Pegawai negeri sipil berhak memperoleh:
a. gaji, tunjangan, dan kesejahteraan yang adil dan layak sesuai dengan beban
pekerjaan dan tanggung jawabnya;
b. cuti;
c. pengembangan kompetensi;
d. biaya perawatan;
e. tunjangan bagi yang menderita cacat jasmani atau cacat rohani dalam dan
sebagai akibat menjalankan tugas kewajibannya yang mengakibatkan tidak dapat
bekerja lagi dalam jabatan apapun;
f. uang duka; dan 9
g. pensiun bagi yang telah mengabdi kepada negara dan memenuhi persyaratan
yang ditentukan.
Paragraf 2
Pegawai Tidak Tetap Pemerintah
Pasal 21
(1) Pegawai Tidak Tetap Pemerintah berhak memperoleh:
a. honorarium yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan
tanggung jawabnya;
b. tunjangan;
c. cuti;
d. pengembangan kompetensi;
e. biaya kesehatan; dan
f. uang duka.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak Pegawai Tidak Tetap Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 22
Pegawai ASN wajib:
a. setia dan taat kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;
c. menaati semua ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh
pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab;
e. menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, tindakan, dan
ucapan kepada setiap orang baik di dalam maupun di luar kedinasan; dan
f. menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VII
KELEMBAGAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 23
(1) Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan merupakan pemegang
kekuasaan tertinggi pembinaan dan manajemen ASN.
(2) Untuk melakukan pembinaan profesi dan Pegawai ASN, Presiden
mendelegasikan sebagian kekuasaan pembinaan dan manajemen ASN kepada: 10
a. Menteri, berkaitan dengan kewenangan perumusan kebijakan umum
pendayagunaan Pegawai ASN;
b. KASN, berkaitan dengan kewenangan perumusan kebijakan pembinaan
profesi ASN dan pengawasan pelaksanaannya pada Instansi dan Perwakilan;
c. LAN, berkaitan dengan kewenangan penelitian dan pengembangan
administrasi pemerintahan negara, pembinaan pendidikan dan pelatihan
Pegawai ASN, dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan untuk
penjenjangan Aparatur Sipil Negara; dan
d. BKN, berkaitan dengan kewenangan pembinaan manajemen Pegawai ASN,
penyusunan materi seleksi umum calon Pegawai ASN, pembinaan Pusat
Penilaian Kinerja Pegawai ASN, pemeliharaan dan pengembangan Sistem
Informasi Pegawai ASN, dan pembinaan pendidikan fungsional analis
kepegawaian.
Pasal 24
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a berwenang
menetapkan kebijakan pendayagunaan Pegawai ASN sebagai berikut:
a. menetapkan analisis keperluan Pegawai ASN untuk semua Instansi dan
Perwakilan;
b. menetapkan klasifikasi jabatan Pegawai ASN;
c. menetapkan skala penggajian dan tunjangan Pegawai ASN;
d. menetapkan sistem pensiun Pegawai ASN;
e. melakukan pemindahan Pegawai ASN antarjabatan, antardaerah, dan antarInstansi;
f. memberhentikan sementara Pegawai ASN yang diangkat sebagai Pejabat
Negara dari status kepegawaiannya;
g. mengaktifkan status kepegawaian Pegawai ASN yang telah menyelesaikan tugas
sebagai Pejabat Negara;
h. mengangkat kembali Pegawai ASN yang telah menyelesaikan masa bakti
sebagai Pejabat Negara pada jabatan ASN;
i. menindak Pejabat yang Berwenang atas penyimpangan terhadap tata cara
manajemen Pegawai ASN yang ditetapkan dengan peraturan perundangundangan; dan
j. mengoordinasi pelaksanaan tugas BKN dan LAN.
Bagian Kedua
KASN
Paragraf 1
Sifat
Pasal 25
KASN merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya. 11
Paragraf 2
Tujuan
Pasal 26
KASN bertujuan:
a. meningkatkan kekuatan dan kemampuan ASN dalam penyelenggaraan
pelayanan publik, melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan untuk
mencapai tujuan negara;
b. menjamin agar ASN bebas dari campur tangan politik;
c. mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan negara yang efektif,
efisien, jujur, terbuka, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme;
d. menciptakan sistem kepegawaian sebagai perekat Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
e. membangun ASN yang profesional, berkemampuan tinggi, berdedikasi, dan
terdepan dalam manajemen kebijakan publik;
f. mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil, dan sejahtera; dan
g. melakukan pembinaan Pejabat Eksekutif Senior.
Paragraf 3
Kedudukan
Pasal 27
KASN berkedudukan di ibukota negara.
Paragraf 4
Fungsi
Pasal 28
KASN berfungsi menetapkan peraturan mengenai profesi ASN dan mengawasi
pelaksanaan regulasi tersebut oleh Instansi dan Perwakilan.
Paragraf 5
Tugas
Pasal 29
KASN bertugas:
a. mempromosikan nilai-nilai dasar dan kode etik ASN;
b. mengevaluasi pelaksanaan nilai-nilai dasar ASN oleh Instansi dan Perwakilan;
c. menyusun pedoman analisis keperluan pegawai;
d. memberikan pertimbangan kepada Menteri dalam penetapan kebutuhan
pegawai;
e. mengusulkan calon Pejabat Eksekutif Senior terpilih pada Instansi dan
Perwakilan kepada Presiden untuk ditetapkan;
f. menyusun, meninjau ulang, dan mengevaluasi kebijakan dan kinerja ASN pada
Instansi dan Perwakilan; 12
g. mengevaluasi sistem dan mekanisme kerja Instansi dan Perwakilan untuk
menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai disiplin ASN;
dan
h. melakukan tugas lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 6
Wewenang
Pasal 30
KASN berwenang:
a. menetapkan peraturan mengenai kebijakan pembinaan profesi ASN;
b. melakukan pengawasan pelaksanaan kebijakan pembinaan profesi ASN;
c. melakukan penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran peraturan-peraturan
pembinaan profesi ASN;
d. melakukan manajemen kepegawaian Pejabat Eksekutif Senior;
e. menerima pengaduan atau masukan dari kepala daerah mengenai kinerja Pejabat
yang Berwenang;
f. melakukan mediasi antara kepala daerah dengan Pejabat yang Berwenang di daerah;
dan
g. melakukan penggantian Pejabat yang Berwenang pada Instansi daerah apabila
diperlukan.
Pasal 31
KASN melaporkan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya termasuk yang terkait
dengan kebijakan dan kinerja ASN pada setiap akhir tahun kepada Presiden.
Paragraf 7
Susunan
Pasal 32
(1) KASN terdiri atas:
a. 1 (satu) orang ketua merangkap anggota;
b. 1 (satu) orang wakil ketua merangkap anggota; dan
c. 5 (lima) orang anggota.
(2) Dalam hal Ketua KASN berhalangan, Wakil Ketua KASN menjalankan tugas dan
wewenang Ketua KASN.
Pasal 33
(1) KASN dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dibantu oleh asisten KASN.
(2) Asisten KASN diangkat dan diberhentikan oleh Ketua KASN berdasarkan
persetujuan rapat anggota KASN.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan
pemberhentian serta tugas dan tanggung jawab asisten KASN diatur dengan
Peraturan KASN. 13
Pasal 34
(1) KASN dibantu oleh sebuah sekretariat yang dipimpin oleh seorang Sekretaris
Jenderal.
(2) Sekretaris Jenderal diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul KASN.
(3) Syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris Jenderal KASN
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan, susunan organisasi, fungsi, tugas,
wewenang, dan tanggung jawab Sekretariat Jenderal diatur dengan Peraturan
Presiden.
Paragraf 8
Keanggotaan
Pasal 35
(1) Anggota KASN terdiri dari unsur sebagai berikut:
a. wakil pemerintah sebanyak 1 (satu) orang;
b. akademisi sebanyak 2 (dua) orang;
c. tokoh masyarakat sebanyak 1 (satu) orang;
d. wakil organisasi ASN sebanyak 1 (satu) orang; dan
e. wakil daerah sebanyak 2 (dua) orang.
(2) Anggota KASN harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
c. berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya
berusia 60 (enam puluh) tahun;
d. tidak menjadi anggota partai politik dan/atau tidak sedang menduduki jabatan
politik;
e. sehat jasmani dan rohani;
f. memiliki kemampuan, pengalaman, dan/atau pengetahuan di bidang
manajemen ASN;
g. berpendidikan paling rendah pascasarjana (strata dua) di bidang administrasi
negara, manajemen publik, ilmu hukum, dan/atau ilmu pemerintahan; dan
h. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana
kejahatan yang diancam pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
Paragraf 9
Seleksi Anggota KASN
Pasal 36
(1) Anggota KASN diseleksi dan diusulkan oleh tim seleksi yang beranggotakan 5 (lima)
orang yang dibentuk oleh Menteri.
(2) Tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Menteri.
(3) Anggota tim seleksi harus memiliki pengalaman dan pengetahuan di bidang ASN.
(4) Tim seleksi menyampaikan 7 (tujuh) orang anggota KASN terpilih kepada Presiden. 14
Paragraf 10
Pengangkatan dan pemberhentian
Pasal 37
(1) Presiden menetapkan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota KASN dari anggota KASN
terpilih yang diusulkan oleh tim seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat
(4).
(2) Ketua, Wakil Ketua, dan anggota KASN ditetapkan dan diangkat oleh Presiden untuk
masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan hanya dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali
masa jabatan.
(3) Anggota KASN berhenti atau diberhentikan oleh Presiden pada masa jabatannya,
apabila:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri;
c. tidak sehat jasmani atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan kewajiban
sebagai anggota KASN;
d. dihukum penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang
diancam pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun; atau
e. menjadi anggota partai politik dan/atau menduduki jabatan negara.
Pasal 38
(1) Anggota KASN yang berhenti pada masa jabatannya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37 ayat (3) digantikan oleh calon anggota yang diusulkan oleh tim seleksi.
(2) Tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh menteri.
(3) Tim seleksi mengusulkan calon anggota pengganti sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dengan memperhatikan unsur keanggotaan KASN sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 ayat (1) kepada Presiden.
(4) Presiden mengesahkan anggota pengganti yang diusulkan tim seleksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3).
(5) Masa tugas anggota pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meneruskan
sisa masa kerja anggota yang berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bagian Ketiga
LAN
Paragraf 1
Tugas dan Fungsi
Pasal 39
LAN bertugas:
a. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional tertentu di bidang administrasi
negara;
b. pengkajian kinerja kelembagaan dan sumber daya aparatur dalam rangka
pembangunan administrasi negara dan peningkatan kualitas sumber daya
aparatur; 15
c. pengkajian dan pengembangan manajemen kebijakan dan pelayanan di bidang
pembangunan administrasi negara;
d. penelitian dan pengembangan administrasi pembangunan dan otomasi
administrasi negara;
e. pembinaan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan aparatur negara;
f. koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas LAN;
g. fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang
administrasi negara; dan
h. penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang
perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian,
keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.
Pasal 40
LAN berfungsi:
a. penyusunan rencana program nasional di bidangnya;
b. perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara
makro; dan
c. penetapan sistem informasi di bidangnya.
Paragraf 2
Kedudukan
Pasal 41
LAN berkedudukan di ibukota negara.
Paragraf 3
Kewenangan
Pasal 42
LAN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 berwenang:
a. melakukan kegiatan pengkajian;
b. merencanakan dan menyelenggarakan pembinaan pendidikan dan pelatihan
untuk pengembangan kapasitas ASN;
c. menyelenggarakan lembaga pendidikan Aparatur Sipil Negara;
d. perumusan dan pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang administrasi negara;
dan
e. penyusunan standar dan pedoman penyelenggaraan dan pelaksanaan
pendidikan, pelatihan fungsional dan penjenjangan tertentu serta pemberian
akreditasi dan sertifikasi di bidangnya.
Bagian Keempat
BKN
Paragraf 1
Tugas dan Fungsi 16
Pasal 43
BKN bertugas:
a. membantu Presiden dalam penyelenggaraan manajemen kepegawaian negara
dalam rangka terciptanya sumber daya manusia Aparatur Negara yang profesional
serta berkualitas dan bermoral tinggi, guna mendukung kelancaran pelaksanaan
tugas umum pemerintahan dan pembangunan; dan
b. menyimpanan informasi yang telah dimutakhirkan oleh Instansi dan Perwakilan
serta bertanggung jawab atas pengelolaan dan pengembangan Sistem Informasi
Aparatur Sipil Negara.
Pasal 44
BKN berfungsi:
a. penyusunan kebijakan teknis pengembangan kepegawaian negara;
b. perencanaan pengembangan kepegawaian negara;
c. penyusunan kebijakan penggajian dan penghargaan bagi Pegawai Negeri Sipil;
d. penyusunan norma dan standar baik teknis maupun profesional bagi jabatan
negeri;
e. penyediaan calon pejabat struktural dan fungsional tertentu bagi semua instansi
pemerintah termasuk untuk Daerah Otonom;
f. pengawasan dan pengendalian pendidikan dan pelatihan kepemimpinan sumber
daya manusia Aparatur Negara;
g. penyiapan penyusunan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian;
h. pembangunan dan pengembangan sistem informasi kepegawaian negara,
pengelolaan dan pengolahan data dan penyajian informasi yang mendukung
pengembangan sumber daya manusia Aparatur Negara;
i. penyelenggaraan administrasi sumber daya manusia Aparatur Pemerintah yang
meliputi pemberian pertimbangan, persetujuan dan/atau penetapan mutasi
kepegawaian dan pensiun;
j. perumusan, pelaksanaan dan koordinasi sistem pengawasan kepegawaian yang
efektif dan efisien berdasarkan prinsip akuntabilitas;
k. pemberian bimbingan teknsi pelaksanaan peraturan perundang-undangan di
bidang kepegawaian kepada instansi pemerintah;
l. koordinasi penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di bidang kepegawaian
dengan instansi pemerintah; dan
m. penyelenggaraan administrasi kepegawaian pajabat negara dan mantanpejabat
negara.
Paragraf 2
Kedudukan
Pasal 45
BKN berkedudukan di ibukota negara.17
Paragraf 3
Kewenangan
Pasal 46
BKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berwenang:
a. menyelenggarakan pembinaan dan manajemen kepegawaian ASN;
b. menyusun materi seleksi umum calon Pegawai ASN;
c. menyelenggarakan Pusat Penilaian Kinerja Pegawai ASN;
d. pembinaan pendidikan fungsional analis kepegawaian; dan
e. memelihara dan mengembangkan Sistem Informasi Pegawai ASN melalui
pengumpulan data dan pencatatan informasi Pegawai ASN, pemberian informasi
data Pegawai ASN, dan penataan administrasi Pegawai ASN.
BAB VIII
MANAJEMEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 47
Manajemen ASN meliputi Manajemen PNS dan Manajemen Pegawai Tidak Tetap
Pemerintah.
Bagian Kedua
Manajemen PNS
Pasal 48
(1) Manajemen PNS meliputi:
a. penetapan kebutuhan dan pengendalian jumlah;
b. pengadaan;
c. jabatan;
d. pola karier;
e. penggajian;
f. tunjangan;
g. kesejahteraan;
h. penghargaan;
i. sanksi;
j. pemberhentian;
k. pensiun; dan
l. perlindungan.
(2) Manajemen PNS di daerah dilaksanakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. 18
Paragraf 1
Penetapan Kebutuhan dan Pengendalian Jumlah
Pasal 49
Penetapan kebutuhan PNS merupakan analisis keperluan jumlah, jenis, dan status
PNS yang diperlukan untuk melaksanakan tugas utama secara efektif dan efisien
untuk mendukung beban kerja Instansi dan Perwakilan.
Pasal 50
(1) Pejabat yang berwenang pada Instansi mengusulkan kebutuhan PNS di Instansi
masing-masing kepada Menteri serta mengirim tembusan kepada KASN.
(2) Kebutuhan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kebutuhan pegawai
administrasi, pegawai fungsional, maupun untuk mengisi Jabatan Eksekutif Senior.
(3) Pengusulan kebutuhan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan analisis keperluan pegawai.
(4) Menteri menetapkan kebutuhan PNS secara nasional setelah mendapat
pertimbangan dari KASN dan Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
keuangan.
(5) Penetapan kebutuhan PNS oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilakukan sebagai wujud tanggung jawab pengendalian jumlah PNS dan menjaga
proporsionalitas PNS antar-Instansi.
(6) Menteri mengumumkan penetapan kebutuhan PNS sebagaimana dimaksud pada
ayat (5).
(7) Ketentuan mengenai pedoman penyusunan analisis keperluan pegawai
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan KASN.
Paragraf 2
Pengadaan
Pasal 51
(1) Pengadaan calon PNS merupakan kegiatan untuk mengisi jabatan yang lowong.
(2) Pengadaan calon PNS di Instansi dilakukan berdasarkan penetapan kebutuhan yang
ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (4).
(3) Pengadaan calon PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
tahapan perencanaan, pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi,
pengumuman hasil seleksi, masa percobaan, dan pengangkatan menjadi PNS.
Pasal 52
Setiap Instansi merencanakan pelaksanaan pengadaan calon PNS.
Pasal 53
Setiap Instansi mengumumkan secara terbuka kepada masyarakat mengenai
adanya lowongan jabatan calon PNS. 19
Pasal 54
(1) Setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk
melamar menjadi calon PNS setelah memenuhi persyaratan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan peraturan menteri dengan pertimbangan KASN.
Pasal 55
(1) Seleksi penerimaan calon PNS dilaksanakan oleh Instansi atau Perwakilan untuk
mengevaluasi secara obyektif kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang
dibutuhkan oleh jabatan, dan yang dimiliki oleh pelamar.
(2) Seleksi calon PNS terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu seleksi administrasi, seleksi
umum, dan seleksi khusus.
(3) Seleksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh
Instansi atau Perwakilan masing-masing untuk memeriksa kelengkapan
persyaratan.
(4) Instansi atau Perwakilan yang menerima pendaftaran calon PNSmemberikan
nomor peserta penyaringan bagi pelamar yang sudah lulus persyaratan
administrasi.
(5) Seleksi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Instansi
atau Perwakilan masing-masing dengan materi yang disusun oleh BKN.
(6) Seleksi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan oleh
Instansi atau Perwakilan dilakukan dengan membandingkan secara obyektif
kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan oleh jabatan dengan
kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh pelamar.
Pasal 56
Pengumuman tahapan seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dilaksanakan
secara terbuka, luas, dan informatif oleh Instansi masing-masing.
Pasal 57
Calon PNS yang lulus seleksi wajib menjalani masa percobaan.
Pasal 58
(1) Masa percobaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 bagi calon pegawai
administratif dan calon pegawai fungsional yang lulus seleksi dilaksanakan
melalui pendidikan dan pelatihan selama 1 (satu) tahun.
(2) Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk
pendidikan di dalam kelas oleh LAN atau Instansi yang telah mendapat
sertifikasi dari LAN.
(3) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk
pelatihan kerja di Instansi yang bersangkutan dan di Instansi pembina jabatan
fungsional bagi calon Pegawai Jabatan Fungsional. 20
Pasal 59
(1) Calon PNS menjadi PNS dalam suatu jabatan didasarkan pada ketentuan
sebagai berikut:
a. telah lulus pendidikan dan pelatihan;
b. telah memenuhi syarat kesehatan jasmani dan rohani; dan
c. diusulkan oleh Pejabat yang Berwenang.
(2) Calon PNS yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diangkat menjadi PNS oleh Pejabat yang Berwenang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(3) Calon PNS yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diberhentikan sebagai calon PNS.
Pasal 60
(1) Setiap calon PNS pada saat pengangkatannya wajib mengucapkan sumpah/janji
dengan disaksikan oleh Pejabat yang Berwenang atau Perwakilan.
(2) Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
“Demi Allah, saya bersumpah:
Bahwa saya, akan melaksanakan nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan ketentuan peraturan perundangundangan;
Bahwa saya, akan selalu membela dan mempertahankan kedaulatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
Bahwa saya, akan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada
saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;
Bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara dan
martabat Aparatur Sipil Negara, serta akan senantiasa mengutamakan
kepentingan negara dan masyarakat daripada kepentingan pribadi, seseorang,
atau golongan;
Bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau
menurut perintah harus saya rahasiakan;
Bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk
kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
Bahwa saya, tidak akan menerima pemberian berupa hadiah dan/atau janji-janji
baik langsung maupun tidak langsung yang ada kaitannya dengan pekerjaan
saya.”
Pasal 61
Pengangkatan calon PNS ditetapkan dengan keputusan Pejabat yang Berwenang.
Pasal 62
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan calon PNS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51 ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri setelah mendapat
pertimbangan KASN. 21
Pasal 63
(1) Pengisian Jabatan Eksekutif Senior pada jabatan struktural tertinggi
kementerian, kesekretariatan lembaga negara, lembaga pemerintah non
kementerian, staf ahli, dan analis kebijakan dilakukan melalui promosi dari PNS
yang berasal dari seluruh Instansi dan Perwakilan.
(2) Pengisian Jabatan Eksekutif Senior, khusus pada jabatan struktural tertinggi
lembaga pemerintah non kementerian, staf ahli, dan analis kebijakan dapat
berasal dari Non PNS yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(3) Pengadaan Pejabat Eksekutif Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh KASN.
(4) Pejabat yang Berwenang atau pimpinan Instansi dan Perwakilan mengajukan
permintaan pengisian jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
mengajukan kompetensi dan kualifikasi serta jabatan yang lowong kepada
KASN.
(5) KASN mengumumkan lowongan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
ke seluruh Instansi dan Perwakilan disertai dengan kompetensi, kualifikasi, dan
persyaratan lain yang dibutuhkan.
(6) Calon Pejabat Eksekutif Senior yang memenuhi kompetensi, kualifikasi, dan
persyaratan lain yang dibutuhkan berhak mengajukan lamaran kepada KASN.
(7) KASN melakukan seleksi untuk memilih 1 (satu) orang calon Pejabat Eksekutif
Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ditetapkan dengan Keputusan
Presiden.
(8) Sebelum menduduki jabatannya, calon Pejabat Eksekutif Senior sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) mengucapkan sumpah/janji di hadapan pimpinan
Instansi atau Perwakilan.
Paragraf 3
Pangkat dan Jabatan
Pasal 64
(1) PNS diangkat dalam pangkat dan jabatan tertentu pada Instansi atau
Perwakilan.
(2) Pengangkatan dan penetapan PNS dalam jabatan tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan perbandingan obyektif antara
kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan dengan
kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dimiliki oleh pegawai.
(3) Setiap jabatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan
dalam klasifikasi jabatan PNS yang menunjukkan kesamaan karakteristik,
mekanisme, dan pola kerja.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi jabatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan klasifikasi jabatan yang memuat jenis dan kategori jabatan
pada Instansi dan Perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 4
Pola Karier 22
Pasal 65
(1) Untuk menjamin keselarasan potensi PNS dengan kebutuhan penyelenggaraan
tugas pemerintahan dan pembangunan perlu disusun pola karier PNS yang
terintegrasi secara nasional.
(2) Setiap Instansi dapat menyusun pola karier aparaturnya secara khusus sesuai
dengan kebutuhan berdasarkan pola karier nasional.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola karir PNS secara nasional diatur dengan
Peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan KASN.
Pasal 66
(1) Setiap PNS direkrut untuk menduduki Jabatan Administrasi dan Jabatan
Fungsional yang lowong.
(2) PNS dapat berpindah jalur antar-Jabatan Eksekutif Senior, administrasi, dan
fungsional berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan penilaian kinerja.
Pasal 67
(1) Setiap PNS dinaikkan jabatannya secara kompetitif.
(2) Kenaikan jabatan secara kompetitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan penilaian kinerja.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kenaikan jabatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan
KASN.
Paragraf 5
Pengembangan Karier
Pasal 68
(1) Pengembangan karier PNS dilakukan berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan
penilaian kinerja.
(2) Pengembangan karier PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan mempertimbangkan integritas dan moralitas.
(3) Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kompetensi teknis yang diukur dari tingkat dan spesialisasi pendidikan,
pelatihan teknis fungsional, dan pengalaman bekerja secara teknis;
b. kompetensi manajerial yang diukur dari tingkat pendidikan, pelatihan
struktural atau manajemen, dan pengalaman kepemimpinan; dan
c. kompetensi sosial kultural yang diukur dari pengalaman kerjaberkaitan
dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku, dan budaya sehingga
memiliki wawasan kebangsaan.
(4) Integritas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diukur dari kejujuran, kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan, kemampuan bekerja sama, dan
pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan negara.
(5) Moralitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diukur dari penerapan dan
pengamalan nilai-nilai etika agama, budaya, dan sosial kemasyarakatan. 23
Paragraf 6
Promosi
Pasal 69
(1) Promosi PNS dilaksanakan berdasarkan hasil penilaian kompetensi, integritas,
dan moralitas oleh Tim Penilai Kinerja PNS.
(2) Tim Penilai Kinerja PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh
pimpinan Instansi masing-masing.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tim Penilai Kinerja PNS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan KASN.
Pasal 70
(1) Promosi dilakukan berdasarkan perbandingan obyektif antara kompetensi,
kualifikasi, dan persyaratan yang dimiliki calon dengan kompetensi, kualifikasi,
dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan, penilaian atas prestasi kerja,
kepemimpinan, kerjasama, kreativitas, dan pertimbangan dari Tim Penilai
Kinerja PNS pada Instansi masing-masing tanpa membedakan gender, suku,
agama, ras, dan golongan.
(2) Setiap PNS yang memenuhi syarat mempunyai hak yang sama untuk
dipromosikan ke jenjang jabatan yang lebih tinggi.
(3) Promosi Pegawai Jabatan Administrasi dan Pegawai Jabatan Fungsional
dilakukan oleh Pejabat yang Berwenang setelah mendapat pertimbangan Tim
Penilai Kinerja PNS pada Instansi masing-masing.
Pasal 71
(1) Mutasi merupakan perpindahan tugas atau perpindahan lokasi dalam satu
Instansi Pusat, antar-Instansi Pusat, satu Instansi Daerah, antar-Instansi
Daerah, antar-Instansi Pusat dan Instansi Daerah dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Mutasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pejabat yang
Berwenang dalam wilayah kewenangannya.
(3) Pembiayaan sebagai akibat dilakukannya mutasi dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 72
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan mutasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 71 diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 7
Penilaian Kinerja
Pasal 73
(1) Penilaian kinerja PNS berada di bawah kewenangan Pejabat yang Berwenang
pada Instansi masing-masing. 24
(2) Penilaian kinerja PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didelegasikan
secara berjenjang kepada atasan langsung dari PNS.
(3) Penilaian kinerja PNS dapat juga dilakukan oleh bawahan kepada atasannya.
(4) Penilaian kinerja PNS dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat
individu dan tingkat unit atau organisasi, dengan memperhatikan target, sasaran,
hasil, dan manfaat yang dicapai.
(5) Penilaian kinerja PNS dilakukan secara obyektif, terukur, akuntabel, partisipasi,
dan transparan.
(6) Hasil penilaian kinerja PNS disampaikan kepada Tim Penilai Kinerja PNS.
(7) Hasil penilaian kinerja PNS dimanfaatkan untuk menjamin obyektivitas dalam
pengembangan PNS, dan dijadikan sebagai persyaratan dalam pengangkatan
jabatan dan kenaikan pangkat, pemberian tunjangan dan sanksi, mutasi, dan
promosi, serta untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan.
Pasal 74
Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian kinerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 73 diatur dalam Peraturan KASN.
Paragraf 8
Penggajian
Pasal 75
(1) Pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak kepada PNS sesuai
dengan beban pekerjaan dan tanggung jawab PNS.
(2) Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memacu produktivitas dan
menjamin kesejahteraan PNS.
(3) Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara.
Paragraf 9
Tunjangan
Pasal 76
(1) Selain gaji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75, PNS juga menerima
tunjangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh melebihi gaji.
Pasal 77
(1) Selain gaji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75, pemerintah daerah dapat
memberikan tunjangan kepada PNS di daerah sesuai dengan tingkat
kemahalan.
(2) Dalam pemberian tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah
daerah wajib mengukur tingkat kemahalan berdasarkan indeks harga yang
berlaku di daerahnya masing-masing.
(3) Tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah. 25
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan peraturan daerah.
Paragraf 10
Kesejahteraan
Pasal 78
(1) Selain gaji dan tunjangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 dan Pasal 76,
Pemerintah memberikan jaminan sosial kepada PNS.
(2) Jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk
menyejahterakan PNS.
Paragraf 11
Penghargaan
Pasal 79
(1) PNS yang telah menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran, dan
kedisiplinan dalam melaksanakan tugasnya dianugerahkan tanda kehormatan
Satyalancana.
(2) Tanda kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara
selektif hanya kepada PNS yang memenuhi persyaratan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 80
(1) Setiap penerima tanda kehormatan berhak atas penghormatan dan
penghargaan dari negara.
(2) Penghormatan dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa:
a. pengangkatan atau kenaikan jabatan secara istimewa;
b. pemberian sejumlah uang sekaligus atau berkala; dan/atau
c. hak protokol dalam acara resmi dan acara kenegaraan.
Pasal 81
(1) Hak memakai Satyalancana dicabut apabila PNS yang bersangkutan dijatuhi
hukuman disiplin tingkat berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat
sebagai PNS atau tidak lagi memenuhi persyaratan yang telah diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pencabutan tanda kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Keputusan Presiden setelah mendapat pertimbangan Dewan Gelar,
Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan atas usul Pejabat yang Berwenang.
Pasal 82
Ketentuan lebih lanjut mengenai penghargaan terhadap PNS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 79, Pasal 80, dan/atau Pasal 81 diatur dengan Peraturan
Pemerintah. 26
Paragraf 12
Sanksi
Pasal 83
PNS yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dikenakan sanksi.
Pasal 84
Jenis pelanggaran yang dilakukan oleh PNS terdiri dari:
a. pelanggaran ringan;
b. pelanggaran sedang; dan/atau
c. pelanggaran berat.
Pasal 85
(1) Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 diberikan kepada PNS berupa:
a. sanksi administratif; atau
b. sanksi pidana.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme pemberian sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Paragraf 13
Pemberhentian
Pasal 86
(1) PNS diberhentikan dengan hormat karena:
a. meninggal dunia;
b. atas permintaan sendiri;
c. mencapai batas usia pensiun;
d. perampingan organisasi;atau
e. tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas
dan kewajiban.
(2) PNS diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri karena:
a. melanggar sumpah/janji jabatan;
b. tidak setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945; atau
c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
(3) PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena:
a. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan
atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan;
c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik;
d. merangkap jabatan lain baik dalam jabatan negara maupun jabatan politik;
atau 27
e. melakukan pelanggaran disiplin tingkat berat.
Pasal 87
PNS diberhentikan sementara karena menjadi tersangka melakukan tindak pidana
kejahatan sampai mendapat putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
Paragraf 14
Pensiun
Pasal 88
Pensiun PNS dan pensiun janda/duda PNS diberikan sebagai jaminan hari tua dan
sebagai penghargaan atas pengabdian PNS.
Pasal 89
(1) PNS yang berhenti dengan hormat berhak menerima pensiun apabila telah
mencapai batas usia pensiun.
(2) PNS yang telah mencapai batas usia pensiun, diberhentikan dengan hormat
sebagai PNS.
(3) Usia pensiun bagi Jabatan Administrasi adalah 58 (lima puluh delapan) tahun.
(4) Usia pensiun bagi Jabatan Fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Usia pensiun bagi Jabatan Eksekutif Senior adalah 60 (enam puluh) tahun.
Pasal 90
(1) Sumber pembiayaan pensiun berasal dari iuran PNS yang bersangkutan dan
pemerintah selaku pemberi kerja dengan perbandingan 1 : 2 (satu banding dua).
(2) Pengelolaan dana pensiun diselenggarakan oleh pihak ketiga berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pensiun PNS diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Paragraf 15
Perlindungan
Pasal 91
(1) Pemerintah wajib memberikan perlindungan hukum, perlindungan keselamatan,
dan perlindungan kesehatan kerja terhadap PNS dalam melaksanakan tugas
dan fungsinya.
(2) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya dan memperoleh bantuan
hukum terhadap kesalahan yang dilakukan dalam pelaksanaan tugas dan
fungsinya sampai putusan terhadap perkara tersebut memperoleh kekuatan
hukum tetap. 28
(3) Perlindungan keselamatan dan perlindungan kesehatan kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan terhadap risiko gangguan
keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam,
kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
Bagian Ketiga
Manajemen Pegawai tidak Tetap Pemerintah
Paragraf 1
Umum
Pasal 92
(1) Manajemen Pegawai Tidak Tetap Pemerintah meliputi:
a. penetapan kebutuhan;
b. pengadaan;
c. honorarium;
d. tunjangan;
e. kesejahteraan; dan
f. perlindungan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai manajemen Pegawai Tidak Tetap sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri.
Paragraf 2
Penetapan Kebutuhan
Pasal 93
Penetapan kebutuhan Pegawai Tidak Tetap Pemerintah merupakan analisis
keperluan jumlah, jenis, dan status Pegawai Tidak Tetap Pemerintah yang diperlukan
untuk melaksanakan tugas utama secara efektif dan efisien untuk mendukung beban
kerja Instansi dan Perwakilan.
Paragraf 3
Pengadaan
Pasal 94
(1) Pengadaan calon Pegawai Tidak Tetap Pemerintah merupakan kegiatan untuk
memenuhi kebutuhan pada instansi dan perwakilan.
(2) Pengadaan calon Pegawai Tidak Tetap Pemerintah di Instansi dilakukan
berdasarkan penetapan kebutuhan yang ditetapkan oleh instansi dan Perwakilan.
(3) Pengadaan calon Pegawai Tidak Tetap Pemerintah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui tahapan perencanaan, pengumuman lowongan,
pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, dan pengangkatan menjadi
Pegawai Tidak Tetap Pemerintah. 29
Pasal 95
Setiap Instansi dan Perwakilan mengumumkan secara terbuka kepada masyarakat
mengenai adanya lowongan Pegawai Tidak Tetap Pemerintah.
Pasal 96
Setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar
menjadi calon Pegawai Tidak Tetap Pemerintah setelah memenuhi persyaratan.
Pasal 97
(1) Seleksi penerimaan calon Pegawai Tidak Tetap Pemerintah dilaksanakan oleh
Instansi dan Perwakilan untuk mengevaluasi secara obyektif kompetensi,
kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh instansi dan yang dimiliki oleh
pelamar.
(2) Seleksi calon Pegawai Tidak Tetap Pemerintah terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu
seleksi administrasi, seleksi umum, dan seleksi khusus.
(3) Seleksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh
Instansi dan Perwakilan masing-masing untuk memeriksa kelengkapan
persyaratan.
(4) Instansi dan Perwakilan yang menerima pendaftaran calon Pegawai Tidak Tetap
Pemerintah memberikan nomor peserta penyaringan bagi pelamar yang sudah
lulus persyaratan administrasi.
(5) Seleksi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Instansi
dan Perwakilan masing-masing.
(6) Seleksi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan oleh
Instansi dan Perwakilan dilakukan dengan membandingkan secara obyektif
kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan oleh jabatan dengan
kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh pelamar.
Pasal 98
Pengumuman lowongan Pegawai Tidak Tetap Pemerintah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 95 dilaksanakan secara terbuka, luas, dan informatif oleh Instansi dan
Perwakilan masing-masing.
Pasal 99
Pengangkatan calon Pegawai Tidak Tetap Pemerintah ditetapkan dengan keputusan
Pejabat yang Berwenang.
Paragraf 4
Honorarium
Pasal 100
(1) Pemerintah wajib membayar honorarium yang adil dan layak kepada Pegawai
Tidak Tetap Pemerintah sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawab. 30
(2) Honorarium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memacu produktivitas
dan menjamin kesejahteraan Pegawai Tidak Tetap Pemerintah.
(3) Honorarium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
Paragraf 5
Tunjangan
Pasal 101
Selain honorarium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100, Pegawai Tidak Tetap
Pemerintah dapat menerima tunjangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Paragraf 6
Kesejahteraan
Pasal 102
(1) Selain honorarium dan tunjangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 dan
Pasal 101, Pemerintah memberikan jaminan sosial kepada Pegawai Tidak Tetap
Pemerintah.
(2) Jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk
menyejahterakan Pegawai Tidak Tetap Pemerintah.
Paragraf 7
Perlindungan
Pasal 103
(1) Pemerintah wajib memberikan perlindungan hukum, perlindungan keselamatan,
dan perlindungan kesehatan kerja terhadap Pegawai Tidak Tetap Pemerintah
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
(2) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya dan memperoleh bantuan
hukum terhadap kesalahan yang dilakukan dalam pelaksanaan tugas dan
fungsinya sampai putusan terhadap perkara tersebut memperoleh kekuatan
hukum tetap.
(3) Perlindungan keselamatan dan perlindungan kesehatan kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan terhadap risiko gangguan
keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam,
kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
BAB IX
PENCALONAN DAN PENGANGKATAN DALAM JABATAN NEGARA
Pasal 104
Pegawai ASN dapat mencalonkan diri untuk jabatan negara. 31
Pasal 105
Jabatan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 adalah:
a. Presiden dan Wakil Presiden;
b. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyarawatan Rakyat;
c. Ketua, Wakil ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat;
d. Ketua, Wakil ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah;
e. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Mahkamah Konstitusi;
f. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Pemilihan Umum;
g. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung
serta Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada semua Badan Peradilan;
h. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
i. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Yudisial;
j. Menteri dan jabatan yang setingkat Menteri;
k. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan
sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh;
l. Gubernur dan Wakil Gubernur;
m. Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota; dan
n. Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-undang.
Pasal 106
(1) Pegawai ASN dari PNS yang diangkat pada jabatan negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 105 huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, dan huruf k
diberhentikan sementara dari jabatan yang didudukinya dan tidak kehilangan
status sebagai PNS.
(2) Pegawai ASN dari PNS yang tidak menjabat lagi pada jabatan negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaktifkan kembali sebagai PNS.
(3) Pegawai ASN dari PNS yang terpilih menduduki jabatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 105 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf l, dan huruf m, tidak
dapat diaktifkan kembali sebagai PNS.
Pasal 107
Pejabat eksekutif senior berstatus Pegawai Negeri Sipil yang tidak menjabat lagi pada
jabatan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dapat menduduki
jabatan eksekutif senior, jabatan administrasi atau jabatan fungsional.
Pasal 108
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pegawai ASN yang menduduki jabatan negara diatur
dengan Peraturan Menteri.
BAB X
ORGANISASI
Pasal 109
(1) Pegawai ASN merupakan anggota Korps Pegawai ASN Republik Indonesia
yang bersifat non kedinasan untuk menyampaikan aspirasinya. 32
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi Pegawai ASN diatur dengan
Peraturan Menteri.
BAB XI
SISTEM INFORMASI APARATUR SIPIL NEGARA
Pasal 110
(1) Untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi pengambilan keputusan dalam
manajemen ASN diperlukan Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara.
(2) Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan secara nasional dan terintegrasi antar berbagai Instansi.
(3) Untuk menjamin keterpaduan dan akurasi data dalam Sistem Informasi Aparatur
Sipil Negara, setiap Instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
memutakhirkan data secara berkala dan menyampaikannya kepada BKN.
(4) Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) berbasiskan teknologi informasi yang mudah diaplikasikan, mudah
diakses, dan memiliki sistem keamanan yang dipercaya.
Pasal 111
(1) Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
110 ayat (1) memuat seluruh informasi dan data Pegawai ASN.
(2) Data Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya
memuat:
a. data riwayat hidup;
b. riwayat pendidikan formal dan non formal;
c. riwayat jabatan dan kepangkatan;
d. riwayat penghargaan, tanda jasa, atau tanda kehormatan;
e. riwayat pengalaman berorganisasi;
f. riwayat gaji;
g. riwayat pendidikan dan latihan;
h. daftar penilaian pekerjaan; dan
i. surat keputusan.
BAB XII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 112
(1) Sengketa Pegawai ASN diselesaikan melalui upaya administratif dan Peradilan
Tata Usaha Negara.
(2) Upaya administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari keberatan
dan banding administratif.
(3) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan secara tertulis kepada
atasan Pejabat yang Berwenang menghukum dengan memuat alasan keberatan
dan tembusannya disampaikan kepada Pejabat yang Berwenang menghukum.
(4) Banding administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada
Badan Pertimbangan Aparatur Sipil Negara. 33
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya administratif diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB XIII
LARANGAN
Pasal 113
Setiap orang dilarang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai ASN atau
panitia seleksi penerimaan calon Pegawai ASN agar berbuat atau tidak berbuat
sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dalam seleksi penerimaan calon
Pegawai ASN.
Pasal 114
Pegawai ASN atau panitia seleksi penerimaan calon Pegawai ASN dilarang
menerima pemberian atau janji dalam seleksi penerimaan calon Pegawai ASN.
Pasal 115
Setiap orang dilarang bertindak sebagai perantara dalam seleksi penerimaan calon
Pegawai ASN secara melawan hukum dengan maksud menguntungkan diri sendiri
atau orang lain.
Pasal 116
Setiap orang dilarang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada anggota KASN
agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam seleksi pengisian pejabat Eksekutif
Senior.
Pasal 117
Anggota KASN atau panitia seleksi penerimaan calon pejabat Eksekutif Senior
dilarang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya agar seseorang
memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan,
atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Pasal 118
Setiap orang dilarang bertindak sebagai perantara dalam seleksi penerimaan calon
pejabat Eksekutif Senior dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum.
BAB XIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 119
Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai ASN atau
panitia seleksi penerimaan calon Pegawai ASN agar berbuat atau tidak berbuat 34
sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dalam seleksi penerimaan calon
Pegawai ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana
denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 120
Pegawai ASN atau panitia seleksi penerimaan calon Pegawai ASN yang menerima
pemberian atau janji dalam seleksi penerimaan calon Pegawai ASN sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 114 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua)
tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
Pasal 121
Setiap orang yang bertindak sebagai perantara dalam seleksi penerimaan calon
Pegawai ASN secara melawan hukum dengan maksud menguntungkan diri sendiri
atau orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana
denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 122
Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada anggota KASN agar
berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam seleksi pengisian Jabatan Eksekutif
Senior sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda
paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 123
Anggota KASN atau panitia seleksi penerimaan calon Pejabat Eksekutif Senior yang
dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya agar seseorang memberikan
sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 124
Setiap orang yang bertindak sebagai perantara dalam seleksi penerimaan calon
Pejabat Eksekutif Senior dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 35
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 125
Ketentuan mengenai pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 berlaku bagi
pegawai ASN yang diangkat sejak 1 Januari 2013.
Pasal 126
Tim Seleksi menyampaikan 7 (tujuh) orang anggota KASN terpilih kepada Presiden untuk
ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 127
Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110
dan Pasal 111 dilaksanakan secara nasional paling lambat tahun 2012.
Pasal 128
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus sudah ditetapkan paling lambat 1
(satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 129
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai
Negeri Sipil Daerah disebut sebagai Pegawai ASN.
Pasal 130
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 131
Ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kode etik dan penyelesaian
pelanggaran terhadap kode etik bagi Jabatan Fungsional tertentu dinyatakan tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
Pasal 132
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan
yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok 36
Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890) dinyatakan masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam UndangUndang ini.
Pasal 133
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan kepegawaian harus disesuaikan dengan ketentuan dalam
Undang-Undang ini.
Pasal 134
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal ...
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ... 37
RANCANGAN
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
APARATUR SIPIL NEGARA
I. PENJELASAN UMUM
Dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam
alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (UUD 1945), diperlukan Aparatur Sipil Negara yang profesional,
bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme,
mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu
menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Tujuan Nasional seperti tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945 ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Untuk mewujudkan tujuan nasional, dibutuhkan pegawai Aparatur Sipil
Negara. Pegawai Aparatur Sipil Negara diserahi tugas untuk melaksanakan
tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan dan tugas pembangunan tertentu.
Tugas pelayanan publik dilakukan dengan memberikan pelayanan atas barang,
jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan pegawai Aparatur Sipil
Negara.Adapun tugas pemerintahan dilaksanakan dalam rangka
penyelenggaraan fungsi umum pemerintahan yang meliputi pendayagunaan
kelembagaan, kepegawaian, dan ketatalaksanaan. Sedangkan dalam rangka
pelaksanaan tugas pembangunan tertentu dilakukan melalui pembangunan
bangsa (cultural and political development) serta melalu pembangunan ekonomi
dan sosial (economic and social development) yang diarahkan meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran seluruh masyarakat.
Untuk dapat menjalankan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan, dan
tugas pembangunan tertentu, pegawai Aparatur Sipil Negara harus memiliki
profesi dan manajemen Aparatur Sipil Negara yang berdasarkan pada asas merit
atau perbandingan antara kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang
dibutuhkan oleh jabatan dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang
dimiliki oleh calon dalam rekrutmen, pengangkatan, penempatan, dan promosi
pada jabatan sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik.
Manajemen Aparatur Sipil Negara perlu diatur secara menyeluruh, dengan
menerapkan norma, standar, dan prosedur yang seragam meliputi penetapan
kebutuhan dan pengendalian jumlah, pengadaan, jabatan, pola karier, penggajian,
tunjangan, kesejahteraan, dan penghargaan, sanksi dan pemberhentian,
pensiun, dan perlindungan. Dengan adanya keseragaman, diharapkan akan
tercipta penyelenggaraan manajemen Aparatur Sipil Negara yang memenuhi
standar kualifikasi yang sama di seluruh Indonesia. 38
Dalam upaya menjaga netralitas Aparatur Sipil Negara dari pengaruh partai
politik, dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan Aparatur Sipil
Negara, serta dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaga pada
tugas yang dibebankan, Aparatur Sipil Negara dilarang menjadi anggota dan/atau
pengurus partai politik.
Untuk meningkatkan produktivitas dan menjamin kesejahteraan Aparatur Sipil
Negara, dalam Undang-Undang ini ditegaskan bahwa Aparatur Sipil Negara
berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban kerja dan
tanggung jawabnya. Selain itu, Aparatur Sipil Negara berhak memperoleh
jaminan sosial. Pemberian gaji maupun jaminan sosial diselenggarakan oleh
Pemerintah.
Dalam rangka penetapan kebijakan manajemen Aparatur Sipil Negara,
dibentuk Komisi Aparatur Sipil Negara yang mandiri dan bebas dari intervensi
politik. Pembentukan Komisi Aparatur Sipil Negara ini untuk merumuskan
peraturan tentang pelaksanaan standar, norma, prosedur, dan kebijakan mengenai
Aparatur Sipil Negara. Komisi Aparatur Sipil Negara beranggotakan 7 (tujuh) orang
yang terdiri dari seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap
anggota, dan 5 (lima) orang anggota yang berasal dari unsur pemerintah, akademisi,
tokoh masyarakat, dan wakil daerah. Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Aparatur
Sipil Negara ditetapkan dan diangkat oleh Presiden sebagai Kepala Negara untuk
masa jabatan selama 5 (lima) tahun, dan hanya dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali
masa jabatan.
Bagi pegawai Aparatur Sipil Negara dan anggota Komisi Aparatur Sipil Negara
yang melanggar ketentuan dalam Undang-Undang ini dikenai sanksi administrasi
dan/atau sanksi pidana. Sanksi administrasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah, sedangkan sanksi pidana berupa pidana penjara dan/atau pidana denda.
Untuk membentuk Aparatur Sipil Negara yang mampu menyelenggarakan
pelayanan publik dan menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan
kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia, perlu mengganti UndangUndang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas kepastian hukum” adalah dalam
setiap kebijakan penyelenggaraan ASN, mengutamakan landasan
peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan. 39
Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas profesionalitas” adalah
mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas proporsionalitas” adalah
mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Pegawai
ASN.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah pengelolaan
Pegawai ASN didasarkan pada satu sistem pengelolaan yang
terpadu secara nasional.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas delegasi” adalah bahwa sebagian
kewenangan pengelolaan ASN dapat didelegasikan
pelaksanaannya kepada kementerian, Lembaga Pemerintah
Nonkementerian, dan pemerintah daerah.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas netralitas” adalah bahwa setiap
Pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun
dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas” adalah bahwa setiap
kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan ASN harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas efektif dan efisien” adalah bahwa
dalam menyelenggarakan manajemen ASN sesuai dengan target
atau tujuan dengan tepat waktu sesuai dengan perencanaan yang
ditetapkan.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah bahwadalam
penyelenggaraan manajemen ASN bersifat terbuka untuk publik.
Huruf j
Yang dimaksud dengan “asas non diskriminasi” adalah
bahwadalam penyelenggaraan manajemen ASN, KASN tidak
membedakan perlakuan berdasarkan gender, suku, agama, ras
dan golongan.
Huruf k
Yang dimaksud dengan “asas persatuan dan kesatuan” adalah
bahwa Pegawai ASN sebagai perekat Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Huruf l
Yang dimaksud dengan “asas keadilan dan kesetaraan” adalah
bahwa pengaturan penyelenggaraan ASN harus mencerminkan 40
rasa keadilan dan kesamaan untuk memperoleh kesempatan akan
fungsi dan peran sebagai Pegawai ASN.
Huruf m
Yang dimaksud dengan “asas kesejahteraan” adalah bahwa
penyelenggaraan ASN diarahkan untuk mewujudkan peningkatan
kualitas hidup Pegawai ASN.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Yang dimaksud dengan “Pegawai Tidak Tetap Pemerintah” antara lain
tenaga ahli, dokter, perawat, guru, dan dosen yang diangkat berdasarkan
perjanjian kerja.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1) 41
Skala gaji Pejabat Eksekutif Senior berdasarkan perbandingan
dengan rata-rata gaji eksekutif Badan Usaha Milik Negara dan
perusahaan swasta.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Jabatan Fungsional” antara lain: jaksa,
guru, dosen, peneliti, perancang peraturan perundang-undangan,
dan auditor.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pejabat struktural tertinggi” antara lain
Wakil Menteri, Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Inspektur
Jenderal, Sekretaris Daerah, dan Kepala Lembaga Pemerintah
non Kementerian.
Yang dimaksud dengan “staf ahli” antara lain Staf Ahli Presiden,
Staf Ahli Pimpinan Lembaga Negara, dan Staf Ahli Menteri.
Yang dimaksud dengan “analis kebijakan” adalah pejabat
fungsional yang memiliki pangkat dan golongan tertinggi dalam
jabatannya.
Yang dimaksud dengan “pejabat lainnya” adalah jabatan-jabatan
selain yang disebutkan dan diatur berdasarkan undang-undang.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “persyaratan lain” antara lain bersedia
ditempatkan di seluruh instansi dan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas. 42
Ayat (5)
Skala gaji Pejabat Eksekutif Senior berdasarkan perbandingan
dengan rata-rata gaji Eksekutif Badan Usaha Milik Negara atau
perusahaan swasta.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Huruf a
Yang dimaksud dengan “adil dan layak” adalah bahwa gaji,
tunjangan, dan kesejahteraan PNS harus mampu memenuhi
kebutuhan hidup keluarganya, sehingga PNS yang bersangkutan
dapat memusatkan perhatian, pikiran, dan tenaganya untuk
melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “biaya perawatan” adalah biaya bagi PNS
yang mengalami kecelakaan dalam dan sebagai akibat
menjalankan tugas kewajibannya.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “uang duka” adalah uang yang diberikan
oleh pemerintah kepada keluarga dari PNS yang meninggal dunia.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 21
Huruf a
Yang dimaksud dengan “adil dan layak” adalah bahwa honorarium
yang diterima oleh Pegawai Tidak Tetap Pemerintah sesuai dengan
tugas dan fungsi yang menjadi tanggungjawab Pegawai Tidak
Tetap Pemerintah.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas. 43
Huruf f
Yang dimaksud dengan “uang duka” adalah uang yang diberikan
oleh pemerintah kepada keluarga dari Pegawai Tidak Tetap
Pemerintah yang meninggal dunia.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Yang dimaksud dengan “mandiri” adalah dalam pengambilan keputusan,
KASN tidak diintervensi oleh berbagai pihak, baik Pemerintah maupun
lembaga negara lainnya.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas. 44
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas. 45
Ayat (4)
Dalam membuat pertimbangan, KASN dapat meminta informasi dari
BKN dan Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
keuangan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Yang dimaksud dengan “secara terbuka” adalah mengumumkan kepada
publik calon yang lulus maupun yang tidak lulus.
Yang dimaksud dengan “luas” adalah mengumumkan melalui media
massa lokal dan/atau nasional dan melalui website.
Yang dimaksud dengan “informatif” termasuk mengumumkan hasil
penilaian dan peringkat.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas. 46
Ayat (2)
Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai frasa
tertentu sesuai dengan agama masing-masing, misalnya untuk
penganut Agama Islam didahului dengan frasa “Demi Allah”, untuk
penganut Agama Protestan dan Katolik diakhiri dengan frasa
“Semoga Tuhan menolong saya”, untuk penganut Agama Budha
didahului dengan frasa “Demi Hyang Adi Budha”, dan untuk
penganut Agama Hindu didahului dengan frasa “Om Atah
Paramawisesa”.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas. 47
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas. 48
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Cukup jelas.
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Cukup jelas.
Pasal 100
Cukup jelas.
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102
Cukup jelas.
Pasal 103
Cukup jelas.
Pasal 104
Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal 106
Cukup jelas.
Pasal 107 49
Cukup jelas.
Pasal 108
Cukup jelas.
Pasal 109
Cukup jelas.
Pasal 110
Cukup jelas.
Pasal 111
Cukup jelas.
Pasal 112
Cukup jelas.
Pasal 113
Cukup jelas.
Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Cukup jelas.
Pasal 118
Cukup jelas.
Pasal 119
Cukup jelas.
Pasal 120
Cukup jelas.
Pasal 121
Cukup jelas.
Pasal 122
Cukup jelas.
Pasal 123
Cukup jelas.
Pasal 124 50
Cukup jelas.
Pasal 125
Cukup jelas.
Pasal 126
Cukup jelas.
Pasal 127
Cukup jelas.
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas.
Pasal 130
Cukup jelas.
Pasal 131
Cukup jelas.
Pasal 132
Cukup jelas.
Pasal 133
Cukup jelas.
Pasal 134
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ...
Tidak ada komentar: